I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala utama demamj dan manifestasi perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat berlanjut dengan kematian.
B. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia II, sedangkan dengue 3 & 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil pada suhu 700C.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
Warnanya hitam dan belang-belang
Menggigit pada siang hari
Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.
Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
C. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
D. Gambaran Klinis
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga yang sedang seperti DF sampai DHF dengan manifestasi demam akut, perdarahan serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DF, suhu meningkat tiba-tiba disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan. Otot-otot di sekitar mata terasa pegal. Eksamtem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam terlihat jelas pada muka dan dada, berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk makula-makula besar, yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak petekia pada dasarnya, kemudian menjalar cepat ke seluruh tubuh. Pada saar suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang teras gatal.
Lidah sering kotor dan kadang kala pasien sukar buang air besar. Terkadang dapat diraba pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak dan tak nyeri. Pada pasien DHF, gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.
E. Derajat DHF
Derajat demam berdarah dengue terbagi atas:
1. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan manifestasi perdarahan ringan, tourniquet positif.
2. Derajat II (sedang)
Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.
3. Derajat III
Ditemukan tanda-tanda dini renjatan
4. Derajat IV
Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi yang tak terukur.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Klinik
a. Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun perdarahan spontan pada kulit (petekie, ekimosis, memar) dan/atau di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
c. Hepatomegali
d. Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah menyempit (<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin, lembab dan malaise.
2. Laboratorium
a. Trombositopenia : Trombosit 20% atau meningkat progresif pada pemeriksaan periodik.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler
b. Darah rutin
Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
c. Waktu perdarahan
Menggunakan cara WY (N=1-7 menit)
G. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk. Penatalaksanaannya adalah:
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam (susu,air gula, sirop)
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
5. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan yaitu:
a. Keadaan umum memburuk
b. Hati makin membesar
c. Masa perdarahan memanjang
d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Terapi untuk pengganti cairan yaitu:
a) DBD tanpa renjatan
Minum banyak 11/2 liter perhari
Cairan intravena bila :
Penderita muntah-muntah terus
Intake tidak terjamin
Pemeriksaan berkala Hmt cenderung meningkat terus.
Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.
b) DBDdengan renjatan
Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai nadi teraba serta tensi terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.
Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20 mL/KgBB/ jam. Setelah renajatan teratasi:
Tekanan sistol > 80mmHg
Nadi jelas terasa
Amplitudo nadi cukup besar.
Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam. Bila keadaan umum baik, jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL: Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan 48 jam setelah renjatan.
H. Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena vektor tersebut luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.
Cara pemberantasan vektor:
1. Menggunakan insektisida
Yang lazim dipakai adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik. Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging).
2. Tanpa insektisida
Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat-tepat penampungan air minimal 1 kali seminggu.
Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
Membersihkan/mengubur kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda-benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
Memangkas pohon atau tanaman hias tempat nyamuk bisa bersarang.
II. PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian Data Dasar
1. Aktivitas/istirahat
Malaise
2. Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba
Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit
3. Eliminasi
Diare atau konstipasi
4. Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
5. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, pingsan
Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
6. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
7. Pernapasan
Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil
8. Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.
C. Rencana Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia
Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (360 – 370)
Intervensi:
a. Kaji saat timbulnya demam
R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan selanjutnya.
b. Observasi tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering
R/ Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.
d. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
f. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
g. Catat intake dan out put.
R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
h. Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang, klien tampak rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya, pendidikan,dll)
R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.
c. Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.
R/ Untuk mengurangi rasa nyeri
d. Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.
R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
e. Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.
R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari nyeri yang dialami.
f. Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik
R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.
3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi defisit cairan..
Intervensi:
a. Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –tanda vital.
R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.
b. Observasi adanya tanda – tanda syok
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum
R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor jelek)
R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan
e. Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
f. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.
4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi peningkatan trombosit> 150.000
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
b. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.
c. Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
e. Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati)
R/ Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi banyak.
e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat
f. Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha mengahiskan makannya.
R/ Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.
g. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
h. Ukur berat badan kilen tiap hari.
R/ Untuk mengetahui status gizi klien.
6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi:
a. Mengkaji keluhan klien
R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
b. Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan kelemahan fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, eliminasi.
R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.
d. Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.
R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
e. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.
R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF
R/ Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga dapat dipahami.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi kesalahpahaman.
d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan kooperatif dan kecemasannya menurun.
e. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/ mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
f. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.
DAFTAR PUSTAKA