Rabu, 08 Desember 2010

ASKEP KISTA OVARIUM

KISTA OVARIUM

A. Defenisi
Kista adalah :
1. suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga dapat disebabkan oleh faktor kesuburan. (Soemadi,2006)
2. suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur. (Dewa, 2006)
3. suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair. (Sjamsuhidyat, 1998)
4. pembesaran suatu organ yang di dalamnya berisi cairan seperti balon yang berisi air. (http//suara merdeka.com)

Kista ovarium adalah kista yang telah bermetastase menjadi tumor ginekologik pada ovarium yang berupa kantong abnormal berisi cairan dengan persentase kamatian paling tinggi.

Sebagian besar tumor ovarium jinak mempunyai sel epitelial dan terjadi dari epitel permukaan yang menutupi ovarium dan terdiri atas epitel coelom. Tipe-tipe lain, tumor sel benih dan tumor stroma sex-cord, kebanyakan menunjukkan kelainan yang sama sekali berbeda dengan tumor epitelial.

Sifat kista ovarium :
1. Fisiologis
Kista fisiologis lazim terjadi dan dianggap normal. Sesuai siklus menstruasi, di ovarium timbul folikel yang kemudian berkembang dan memiliki gambaran seperti kista. Biasanya kista tersebut memiliki ukuran di bawah lima sentimeter, dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG dan dalam tiga bulan akan hilang. Kista fisiologis tidak perlu dioperasi karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan tetapi pelu diamati apakah kista tersebut mengalami metastase atau tidak. Kista ini dialami oleh wanita usia reproduksi karena masih mengalami menstruasi. Biasanya kista fisiologis tidak menyebabkan nyeri ketika haid.
2. Patologis
Kista patologis sering disebut sebagai kanker. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian paling tinggi di antara kelainan-kelainan ginekologik. Angka kematian yang tinggi karena pada awalanya penyakit ini timbul tanpa gejala dan tanpa keluhan jika sudah bermetastasis, sehingga 60-70% penderita datang pada stadium lanjut. Penyakit ini dikenal dengan istilah ‘silent killer’. Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi dengan cepat yang kadang tidak disadari penderita karena kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu sebabnya diagnosa agak sulit untuk ditegakkan. Gejala-gejala seperti perut yang agak membuncit dan bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan ketika ukuran kista sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan pada perut penderita. Setalah diangkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak.

Jenis kista
1. Kista fungsional
Sering tanpa gejala, timbul rasa sakit bila disertai komplikasi seperti terpuntir atau pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang dan juga jarang terjadi pada kedua ovarium. Kista bisa mengecil dalm waktu 1-3 bulan.
2. Kista dermiod
Terjadi karena jaringan dalam sel telur yang tidak dibuahi berkembang menjadi beberapa jaringan. Kista dapat terjadi pada kedua ovarium dan biasanya tanpa gejala. Timbul rasa sakit jika kista terpuntui atau pecah.
3. Kista coklat (edometrioma)
Terjadi karena lapisan didalam rahim tidak terletak di dalam rahim tapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibatnya, setiap kali haid, lapisan ini akan menghasilkan darah terus menerus yang akan tertimbun di dalam ovarium dan menjadi kista. Kista ini dapat terjadi pada satu ovarium. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama ketika haid atau bersenggama.
4. Kistadenoma
Berasal dari pembungkus ovarium yang tumbuh menjadi kista. Kista ini juga dapat menyerang ovarium kanan atau kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti vesika urinaria sehingga dapat menybabkan inkontinensia atau retensi. Jarang terjadi tapi mudah menjadi ganas terutama pada usia di ats 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.
Contoh kistadenoma :
o kistadenoma ovarii musinosum. Asal kista belum pasti, diduga berasal dari teratoma dan epitel germinativum. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilateral dan dapat tumbuh menjadi sangat besar. Gambaran klinis terdapat pendarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul perlekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum perietal. Selain itu bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus menerus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.
o Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel germinativum, bentuknya unilokuler dan bila multilokuler perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tapi tidak sebesar kista musinosum. Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat juga timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti kistadenoma ovarii musinosum.



Morfologi dan pembagian tumor ovarium.
Terdapat berbagai macam tumor ovarium. Klasifikasi yang sangat sederhana tumor-tumor yang paling banyak ditemukan adalah sebagai berikut :
1. Tumor epitelial
Dalam golongan tumor epitelial dapat dibedakan menjadi tumor serosa, musinosa, endometrioid, tumor clear sell dan tumor Benner. Tiap tumor ini mempunyai gambaran histologik yang khas. Dalam golongan tumor ini terdapat tumor jinak, borderline maupun maligna.
• Tumor musinosa dan serosa yang jinak kebanyakan terdiri dari kista yang besar.
• Tumor epitelial borderline dicirikan dengan adanya poliferasi sel yang lebih besar daripada tumor jinak tapi hanya dapat ditunjukkan dengan pertumbuhan invasif. Pengenalan segolongan tumor borderline adalah penting karena tumor ini sering berkaitan dengan lesi yang terletak di luar ovarium yang disebut potensial implants. Adalah mencolok lokalisasi ekstaovarial ini dapat hadir bertahun-tahun tanpa perubahan tapi juga dapat menunjukkan progresi yang lamban. Karena diagnosis tumor borderline ditetapkan atas dasar lesi ovarii maka adanya implant demikian itu tidak merupakan alasan untuk menolak diagnosis.
• Karsinoma ovarii epitelial. Secara histologik dibagi menjadi tumor serosa, endometrioid, mukosa, clear cell, tumor Brenner dan karsinoma tidak terdiferensiasi.

Gradasi dan morfometri tumor ovarium.
Prognosis penderita tumor ovarii dengan metastasis pada perluasan yang sama tergantung pada derajat keganasannya. Gradasi merupakan penilaian mikroskopik subjektif derajat diferensiasi. Meskipun kadang-kadang terdapat perbedaan dalam gradasi di antara patolog, cara ini adalah akseptibel untuk memperoleh gambaran sifat biologi tumor. Gradasi kebanyakan didasarkan ats kemiripan struktur keganasan yang terjadi dengan struktur normal pereksisten dan pada ciri-ciri sitonuklear epitelnya. Tumor derajat satu diperoleh ciri struktur glandular, glandular papilar atau papilar. Tidak terdapat lapangan sel solid. Tumor noma derajat II menunjukkan terutama pola glandular atau papilar. Di samping itu terdapat sarang-sarang sel solid. Polimorfinya lebih jelas daripada tumor derajat I. dalam tumor derajat III strujtur glandular sangat jarang atau sulit ditunjukkan.
Pada gradasi histologik makin banyak digunakan metode pangukuran objektif yang disebut morfometri. Morfometri berdasar atas pengukuran ciri-ciri sel dalam jaringan seperti besarnya dan bentuk sel tumor dalam inti. Di samping itu arsitektur jaringan dapat dinyatakan secara objektif dengan menetapkan persentase volume epitel dalam hubungan terhadap jumlah mitosis. Terutama yang disebutkan belakangan ternyata berkolerasi lebih tepat dengan sifat biologi dibandingkan dengan gradasi histologik.

Penetapan stadium dan gradasi
Pembagian internasional (FIGO) adalah sebagai berikut :
a. Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tidak ada asites, kapsul utuh.
b. Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asites, kapsul utuh.
c. Stadium Ic : stadium Ia atau Ib dengan tumor pada permukaan ovarii atau ruptura kapsul atau dengan asites atau cairan bilasan ada sel maligna.
d. Stadium IIa : pertumbuhan dalam satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke uterus atau tuba.
e. Stadium IIb : idem dengan perluasan ke stryktur-struktur lain di dalam pelvis.
f. Stadium IIc : stadium IIa atau IIb dengan tumor pada permukaan ovarii atau ruptura kapsul atau dengan asites atau dengan cairan bilasan ada sel maligna.
g. Stadium III : pertumbuhan dalam satu atau kedua ovarium dengan perluasan dalam rongga perut di luar pelvis atau perluasan tumor di dalam pelvis minor ke omentum atau usus halus.
h. Stadium IIIa : kelenjar limfe negatif dan perluasan di luar pelvis minor hanya mikroskopik.
i. Stadium IIIb : kelenjar limfe negatif dan perluasan di luar pelvis minor berdiameter lebih kecil dari 2 cm.
j. Stadium IV : metastasis di luar rongga perut atau metastasis hepar parenkimatosa.

DNA flow-cytometri
Inti tumor solid seringkali mempunyai kadar DNA yang menyimpang, disebabkan oleh tambahan atau kekurangan materialkromosomal selama perkembangan tumor. Dengan yang disebut sitometer-aliran (flow-cytometer), dalam waktu singkat jumlah DNA dari beribu-ribu sel dapat ditentukan dalam suspensi sel (sitometri aliran DNA). Dari makin banyaknya pemeriksaan ternyata bahwa jumlah DNA yang menyimpang untuk sejumlah tipe tumor solid berikatan dengan prognosis yang lebih buruk. Hasil studi menunjukkan korelasi yang kuat antara jumlah DNA dan prognosis pada tumor ovarii.
2. Tumor sex cord-stroma.
Golongan ini terdiri atas tumor-tumor sel granulosa, tekofibroma dan tumor sel Sertoli-Leydig. Tumor sel granulosa merupakan kira-kira 10% tumor ovarium solid. Gambaran mikroskopiknya sangat bervariasi. Dalam bentuk yang terdiferensiasi baik didapatkan benda-benda Call-Exner. Sebagian tumor sel granulosa menunjukkan kelakuan ganas, sifat biologiknya tidak berkorelasi dengan suatu gambaran histologik tertentu.
3. Tumor sel benih.
Tumor-tumor sel benih ovarium, kecuali kista dermoid jarang terdapat. Kista dermoid lebih jelas ditunjukkan dengan istilah teratoma matur, terdapat terutama pada usia muda. Dalam tumor demikian terdapat unsur dari ketiga lembaran benih. Yang mencolok adalah bahwa semua struktur ini telah dewasa penuh dan atas dasar itu diberikan diagnosis teratoma matur. Jika secara mikroskopik terdapat unsur immatur, artinya adanya diferensiasi yang tidak enuh dari struktur jaringan, terutama asal neural, maka yang kita hadapi adalah teratoma immatur. Atas dasar banyaknya jaringan immatur tumor-tumor ini dapat ditentukan derajatnya. Tumor sel benih sering mengandung zat-zat penanda tumor yang juga dapat dijumpai pada struktur ekstra embrional normal dalam saccus vitellinus dan human chorion gonadotrofin yang terdapat dalam trofoblas plasenta.
4. Tumor metastatik.
Menurut sebagian besar peneliti 10% tumor ovarium jinak disebabkan oleh metastasis. Ini biasanya mengenai metastasis karsinoma kolon, karsinoma payudara dan lambung. Tumor ovarium menybar per kontinutatum dalam tuba dan uterus dan mungkin secara limfogen ke ovarium yang lain. Jika tumor tumbuh menembus kapsul maka timbul metastasis pada serosa cavum Douglasi, appendik dan dinding perut depan. Omemtum juga sering mengalami metastasis.

B. Etiologi.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gejala kista meliputi :
1 Gaya hidup tidak sehat (konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak dan kurang serat, zat tambahan pada makanan, kurang olahraga, merokok dan konsumsi alkohol, terpapar dengan polusi dan agen infeksius, stress).
2 Faktor genetik.
Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu kanker yaitu yang disebut protoonkogen yang karena suatu sebab tertentu misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu zat pemicu kanker.


C. Patofisiologi
Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita. Pertumbuhan tumor primer diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-samar seperti perasaan sebah, makan sedikit terasa cepat kenyang, sering kembung dan nafsu makan turun. Kecenderungan untuk melakukan implantasi di rongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan asites. Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Kira-kira 60% terdapat pada usia perimenopausal, 30% dalam masa reproduksi dan 10% pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak atau tidak jelas jinak juga tidak pasti ganas dan yang jelas ganas.

D. Gambaran klinis
Kebanyakan wanita dengan kanker ovarii tidak menunjukkan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.
Keluhan utama pada wanita usia di atas 40 tahun yang mengingatkan pada tumor ovarii adalah :
1. perut membesar atau keluhan abdominal
2. pendarahan intraabdominal
3. virilisasi (pada tumor-tumor yang memproduksi hormon)
4. nyeri perut akut dapat terjadi pada tori tungkai ovarii
5. gangguan haid
6. asites
7. anoraksia
8. penurunan berat badan
9. keluhan miksi dan defekasi
10.nyeri punggung
11. sesak napas karena penumpukan cairan pada rongga dada

E. Diagnosis
1. Anamnesis
Prognosis buruk tumor ovarii tertuama disebabkan karena tumor ini dalam stadium dini hampir tidak menunjukkan gejala sehingga kira-kira 70% dari pendertia batu ditangani pada stadium yang lebih lanjut.
2. Pemeriksaan
Pada tumor avarium yang lebih luas dapat dijumpai eksudat pleura. Sangat penting adalah pemeriksaan perut yang harus dijalankan pada penderita yang tidur telentang dengan alas yang kuat. Sebaiknya pemeriksa duduk dan melakukan palpasi dengan tangan yang hangat. Harus ditekankan pentingnya perkusi. Semua tumor ovarium memberikan bunyi redup pada perkusi dan dengan itu dapat dibedakan dari usus yang mengembang. Suara redup relatif dapat disebabkan oleh usus yang terletak di atas tumor. Asites terciri oleh redup pada perkusi dan pembesarab sisi-sisi perut, batas cairan dapat diberi tanda dan ternyata berkisar pada waktu tiduran miring. Asites yang hanya sedikit secara klinis tidak dapat ditetapkan. Pada pemeriksaan ginekologik dipalpasi adanya pembesaran adneksa. Metastasis dalam cavum Douglasi dapat diraba sebagai tahanan yang kuat dan irregular di belakang uterus.
3. Diagnosa differensial
Pada tumor dala pelvis minor yang terpenting adalah diferensiasi dari tumor uterus (mioma). Selanjutnya harus dipertimbangkan lain-lain pembengkakan adneksa seperti hidrosalphing, kista ovarium, kehamilan ekstrauterin dan karsinoma tuba yang jarang didapat. Jika uterus dapat digerakkan sendiri mungkin yang dihadapi adalah tumor adneksa. Jika ada keraguan laparoskopi diagnostik dapat memberi penjelasan. Jika tumor lebih berada di bagian belakang dengan batas-batas yang sering tidak jelas, harus dipikirkan adanya perisigmoiditis atau tumor rektum. Juga harus dipertimbangkan kemungkinan metastasis tumor-tumor lain seperti lambung dan payudara. Pada tumor-tumor perut yang besar harus didiferensiasi antara kistadenoma jinak, tumor traktus digestivus dan hidronefrosis.

4. Diagnosa lanjut.
Dapat dilakukan melalui USG. Tumor-tumor kista dengan ekografi dapat dengan jelas ditetapkan. Diagnostik selanjutnya terutama tertuju untuk mengesampingkan kelainan lain dan menetapkan metastasis di tempat lain. Rontgenologik dapat digunakan foto thoraks, x-colon dan IVP, demikian juga CT-Scan dan MRI. Tetapi diagnostik pokok adalah laparotomi untuk menetapkan perluasan tumor dan inspeksi teliti mengenai semua tempat perluasan tumor. Pada prosedur penetapan stadium ini harus diambil beberapa material biopsi dari peritonium pelvis minor, fossa parakoli kiri dan kanan, daerah yang dicurigai dari mesentarium atau serosa usus dari kubah diafragma kanan.

F. Penatalaksanaan
Kebanyakan penanganan tumor ovarium harus dilakukan dalam pembicaraan bersama antara ginekolog, onkolog, radiolog dan patolog. Terapi yang dilakukan berdasarkan pada usia dan kondisi penderita, macam dan derajat diferensiasi tumor. Pada umumnya terapi yang tepat adalah pengangkatan uterus dengan kedua adneksa, dikombinasi dengan pengangkatan omentum dan sebanyak mungkin jaringan tumor yang masih ada. Sitotastika menjadi sentral dalam terapi karsinoma ovarii dan kebanyakan dikombinasikan dengan derivat pletimum (sisplatin atau karboplatin) dengan zat pengalkali (siklofosfamid). Taxol sementara tampaknya hanya disediakan untuk kasus yang resistensi telah timbul terhadap derivat platinum. Akibat untuk penderita adalah besar dan efek samping seperti neurotoksisitas dan nefrotoksisitas serta depresi sumsum tulang.
Meskipun penanganan yang optimal belim ditemukan, pada umumnya dapat dilakukan :
 penderita pada stadium Ia, Ib dan IIa dengan tumor yang terdiferensiasi baik (derajat I) tidak memerlukan penanganan post-operatif asalkan telah dilakukan laparotomi penetapan stadium yang cukup luas, untuk mengesampingkan seteliti mungkin stadium II. Penderita lain pada stadium I dan II dalam pusat-pusat tertentu akan mendapat penanganan lebih lanjut meskipun kegunaannya tidak pernah dibuktikan dan karena itu mengenai hal ini belum ada kesepakatan pendapat. Kemoterapi kombinasi ajuvan kadang-kadang dapat diganti dengan penyinaran perut dan pelvis.
 Penderita pada stadium IIb, III dan IV sesudah operasi sitoreduktif seoptimal mungkin harus mendapat penanganan kemoterapi kombinasi. Penting bahwa pada saat terapi ini dimulai hanya ada sisa jaringan tumor sesedikit mungkin.

Asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium
I. Pengkajian
Pengkajian umum kista :
a. Ada tidaknya keluhan nyeri di perut bagian bawah.
b. Ada tidaknya gangguan BAB dan BAK
c. Ada tidaknya asites
d. Ada tidaknya perut membuncit
e. Ada tidaknya gangguan nafsu makan
f. Ada tidaknya kembung
g. Ada tidaknya sesak napas
Pengkajian diagnostik kista :
a. USG : ada tidaknya benjolan berdiameter > 5 cm
b. CT-Scan : ada tidaknya benjolan dan ukurannya.

II. Diagnosa.
Diagnosa yang muncul :
1. gangguan harga diri b.d masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual
2. nyeri b.d proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen.
3. nyeri b.d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas kulit
4. eliminasi urinarius, perubahan/retensi b.d adanya edema pada jaringan lokal.
5. ansietas b.d krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri, respon patofisiologis
6. kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan b.d kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi dan keterbatasan kognitif
III. Intervensi
1. diagnosa : gangguan harga diri b.d masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual.
a. Tujuan : harga diri klien meningkat
b. Kriteria hasil :
 mengungkapkan pemahaman tentang perubahan tubuh, penerimaan diri dalam situasi.
 Mulai mengembangkan mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
 Mendemonstrasikan sdaptasi terhadap perubahan yang telah terjadi yang dibuktikan oleh penyusunan tujuan realistis dan partisipasi aktif dalam kerja dengan tepat.
no intervensi rasional
1. Diskusikan dengan klien atau keluarga bagaimana diagnosis dan pengobatan yang mempengaruhi kehidupan pribadi pasien dan aktivitas kerja. Membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
2. Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu, termasuk kemungkinan efek samping pada aktifitas seksual dan rasa ketertarikan. Beritahu klien bahwa tidak semua efek samping terjadi. Bimbingan antisipasi dapat membantu klien/keluarga memulai proses adaptasi pada status baru
3. Dorong diskusi tentang masalah efek kanker atau pengobatan pada peran sebagai ibu rumah tangga, orangtua dan sebagainya. Dapat membantu menurunkan masalah yang mempengaruhi penerimaan pengobatan atau merangsang kemajuan penyakit
4. Akui kesulitan klien yang mungkin dialami. Berikan informasi bahwa konseling perlu dan penting dalam proses adaptasi. Memvalidasi realita perasaan klien dan memberikan izin untuk tindakan apapun perlu untuk mengatasi apa yang terjadi
5. Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh klien Membantu merencanakan perawatan saat di rumah sakit serta setelah pulang
6. Berikan dukungan emosional untuk klien dan orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan Meskipun beberapa klien beradaptasi dengan efek kanker, banyak memerlukan dukungan tambahan dalam periode ini
7. Gunakan sentuhan selama interaksi, bila dapat diterima pada pasien dan mempertahankan kontak mata Pemastian individualitas dan penerimaan penting dalam menurunkan perasaan klien tentang ketidaknyamanan dan keraguan diri
8. Rujuk klien pada program kelompok pendukung Kelompok pendukung biasanya sangat menguntungkan baik untuk klier/orang terdekat, memberikan konrak dengan klien lain
9. Rujuk pada konseling profesional jika diindikasikan Mungkin perlu untuk memulai dan mempertahankan struktur psikososial positif bila sistem pendukung klien terdekat terganggu

2.diagnosa : nyeri b.d proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen.
a. Tujuan : nyeri klien terkontrol
b. Kriteria hasil :
 Melaporkan penghilangan nyeri maksimal
 Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan
no intervensi rasional
1. Tentukan riwayat nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi dan intensitas) Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas hiburan Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian
3. Dorong penggunaan keterampilan menajemen nyeri ( teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) Memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan rasa kontrol
4. Evaluasi penghilangan nyeri Tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum pada AKS
5. Kembangkan rencana manajemen nyeri dengan pasien dan dokter Rencana terorganisasi mengembangkan kesempatan untuk kontrol nyeri.

3. diagnosa : nyeri b.d gangguan pada kulit, jaringan dan integritas kulit
a. tujuan : nyeri terkontrol
b. kriteria hasil :
 Menunjukkan nyeri berkurang/terkontrol
 Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
 Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat

no intervensi rasional
1. Kaji keluhan nyeri Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan/keefektifan intervensi
2. Libatkan klien dalam penentuan jadwal aktivitas Meningkatkan rasa kontrol pasien dan kekuatan mekanisme koping
3. Berikan tindakan kenyamanan dasar Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali perhatian
4. Dorong penggunaan teknik manajemen stres Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan rasa kontrol
5. Berikan analgesik sesuai indikasi Merupakan tindakan yang tepat untuk mencegah fluktuasi pada intensitas nyeri

4. diagnosa : eliminasi urinarius, perubahan/retensi b.d adanya edema pada jaringan lokal.
a. tujuan : retensi berkurang/hulang
b. kriteria hasil :
 mempertahankan/memperoleh pola eliminasi yang efektif
 memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
 ikut serta dalam regimen pengobatan
no intervensi rasional
1. Pantau pola penolakan Informasi ini sangat penting untuk merencanakan perawatan dan mempengaruhi pilihan intervensi individu
2. Palpasi kandung kemih Distensi kandung kemih mengindikasikan retensi urinarius
3. Tingkatkan masukan cairan 2000-3000ml/hari Mempertahankan hidrasi adekuat dan meningkatkan fungsi ginjal
4. Hindari tanda-tanda penolakan verbal atau nonverbal, rasa jijik atau kekecewaan Ekspresi kekecewaan akan menurunkan rasa percaya diri dan tidak membantu dalam mensukseskan program
5. berikan medikasi sesuai petunjuk Tingkatkan kontrol sfingter

5. diagnosa : ansietas b.d krisis situasi, ancaman terhadap konsep diri, respon patofisiologis
a. tujuan : ansietas berkurang/hulang
b. kriteria hasil :
 memahami dan mendiskusikan rasa takut
 menunjukkan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang dapat diatasi
No intervensi rasional
1. Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernapasan Perubahan TTV mungkin menunjukkan tingkat ansietas yang dialami pasien atau merefleksikan gangguan-gangguan faktor psikologis
2. Pahami rasa takut Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya
3. Kaji tingkatan/realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas Respon individu dapat bervariasi tergantung pola kultural yng dipelajari
4. Catat pembatasan fokus perhatian Penyempitan fokus umumnya merefleksikan rasa takut
5. Nyatakan realita dari situasi seperti apa yang dilihat pasien Pasien mungkin perlu menolak realitas sampai siap untuk menghadapinya
6. Evaluasi mekanisme koping Mungkin dapat menghadapi situasi dengan baik pada waktu itu
7. Identifikasi cara-cara dimana klien mendapat bantuan jika dibutuhkan Memberikan jaminan bahwa staf bersedia untuk mendukund


6. diagnosa : kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan b.d kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi dan keterbatasan kognitif
a. tujuan : pengetahuan klien meningkat
b. kriteria hasil :
 menuturkan pemahanan kondisi, efek prosedur dan pengobatan
 dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan suatu tindakan
 memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam program perawatan

no intervensi rasional
1. Diskusikan terapi obat-obatan Meningkatkan kerjasama dengan regimen
2. Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus Mencegah regangan yang tidak perlu
3. Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan adekuat Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk penyembuhan
4. Libatkan orang-orang terdekat dalam program pembelajaran Memberikan sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah penghentian

Referensi :
Doengoes, marilynn.1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
A.Price, Sylvia.2006.Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
www.Gynae.sg.com, diakses tanggal 20 September 2007

1 komentar: