Rabu, 01 Desember 2010

ASKEP CRADLE CUP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
CRADLE CUP ( PENYAKIT KULIT SEBOROIK)





Disusun oleh :

Kelompok V

amril idris

B2 002 08 029
Keperawatan Reguler XA






DEPARTEMEN KESEHATAN R.I
STIKES BARAMULI PINRANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2009










ASUHAN KEPERAWATAN
CRADLE CUP ( PENYAKIT KULIT SEBOROIK)


I. Konsep Dasar
A. Pengertian

Cradle cap (penyakit kulit seboroik/dermatitis seboroik) adalah scaling berwarna merah dan kuning, ruam berkulit keras yang terjadi pada kepala bayi dan kadangkala pada lipatan kulit.
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang bisanya mudah ditemukan. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa.
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. Cradle cap dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.

B. Epidemiologi

Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.

C. Etiopatogenesis

Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang menyerang daerah–daerah yang mengandung banyak glandula sebasea, bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari sebum tidak nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya dipertimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada bukti yang menyebutkan bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi penyebabnya belum diketahui.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek bagus dengan pemberian anti jamur.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.

D. Gejala Klinis

Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.

Pada Bayi :
Selama bayi, ada tiga bentuk khas yang terjadi, yaitu :
1. Secara klinis, cradle cap muncul pada minggu ketiga sampai minggu keempat dua gambarannya berupa eritema dengan skuama seperti lilin pada kulit kepala. Bagian frontal dan parietal berminyak dan sering menjadi krusta yang menebal tanpa eritema. Skuama dengan mudah dapat dihilangkan dengan sering menggunakan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, atau keduanya (misalnya sampo Sebulex atau sampo T-gel).
2. Dermatitis seboroik pada bayi dapat meluas ke wajah, badan, diaper area dan daerah fleksura.
3. Yang jarang adalah bentuk generalisata yang dikenal dengan nama penyakit Leiner atau eritroderma desquativum. Penyakit ini ada dua bentuk, familial dan non-familial.

Pada Dewasa:
Dermatitis seboroik pada orang dewasa juga memberikan gambaran yang berminyak dengan eritema, krusta, dan skuama, dan meliputi kulit kepala, wajah, aurikularis, daerah fleksura, dan badan.
1. Pada kulit kepala, merupakan tempat tersering dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuningan sehingga rambut saling lengket dan kadang–kadang dijumpai krusta (Pityriasis steatoides), dandruff/ Pitiriasis sika (skuama kering dan berlapis–lapis dan sering lepas sendiri) adalah manifestasi awal DS pada umumnya. Diawali dengan noda kecil dan secara cepat menyerang kulit kepala. Tahap berikutnya eritema perifolikuler dan skuama yang meluas menjadi bercak yang berbatas tegas dan diskret atau meliputi sebagian besar kulit kepala dan di luar batas tumbuh rambut pada bagian frontal kepala (disebut korona seboroik). Jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.
2. Pada daerah wajah, skuama berlapis dapat dilihat bercak skuama yang kuning. Kelopak mata eritema dan granular (blefaritis marginal) yang sering dijumpai pada wanita dan kadang–kadang injeksi konjungtiva. Kelopak mata daerah kekuningan, skuama halus, batasnya tidak jelas, dan kadang–kadang disertai rasa gatal. Jika menyerang glabella, terdapat kulit yang pecah dan bagian tengahnya mengerut disertai skuama halus dengan dasar yang eritema. Pada lipatan nasolabial dan alae nasi terdapat skuama kekuningan dan kadang–kadang disertai fissure. Pada laki–laki, folikulitis dapat terjadi pada kelopak mata bagian atas. Hal ini sering dijumpai pada laki–laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.
3. Pada daerah badan yang mengenai daerah preseternal, interskapula, ketiak, inframamma, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum, dan nates) beberapa bentuk DS dapat terjadi, yang paling sering adalah bentuk petaloid dan sering terlihat pada dada bagian depan dan daerah interskapular. Lesi awal kecil, papul folikular yang berwarna merah kecoklatan ditutupi dengan skuama yang berminyak, tapi lesi yang lebih sering adalah papul folikular dan bercak multipel dengan skuama halus di tengah dan skuama berminyak serta papul merah gelap di bagian pinggir. Pada badan, bentuk lainnya adalah pitiriasiform yang terdiri dari papulosquamous oval, disertai pitiriasis rosea.
4. Bentuk yang terakhir adalah generalisata, yaitu eritroderma dan eritroderma eksfoliatif


E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis.


F. Pengobatan

Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak, dan sebagainya.


1. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal steroid solution. Pada orang dewasa dengan DS dalam keadaan tertentu menggunakan steroid topikal satu atau dua kali seminggu, di samping penggunaan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan selenium sulfide 2%, 2 – 3 kali seminggu selama 5 – 10 menit. Atau dapat diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1 – 2 %. Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati DS pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun DS recalcitrant persistent pada dewasa. Topikal golongan azol dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis per hari selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga diberikan salap yang mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%. Pada bayi dapat diberikan asam salisil 3% - 5% dalam minyak mineral.
2. Sistemik
Dapat diberikan anti histamin ataupun sedatif. Pemberian dosis rendah dari terapi oral bromida dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan dosis rendah dari preparat hemopoetik yang mengandung potasium bromida, sodium bromida, nikel sulfat dan sodium klorida dapat memberikan perubahan yang berarti dalam penyembuhan DS dan dandruff setelah penggunaan setelah 10 minggu. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prednisolon 20 – 30 mg sehari, jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan. Kalau ada infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.
3. Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan setip hari dalam bentuk sampo 5 %.

G. Prognosis

Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol.








II. ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian

a. Identitas Pasien.
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
4. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Subjektif : Gatal
b. Objektif :
- Skuama kering, basah atau kasar.
- Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
( Yang sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum ).
- Kerontokan rambut.


C. Diagnosa Keperawatanm Dan Intervensi

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Inflamasi dermatitis, ditandai dengan :
Adanya skuama kering, basah atau kasar.
Adanya krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.

Intervensi :
- Kaji / catat ukuran dari krusta, bentuk dan warnanya, perhatikan apakah skuama kering, basah atau
kasar.
- Anjurkan klien untuk tidak menggaruk daerah yang terasa gatal.
- Kolaborasi dalam pemberian pengobatan :
- Sistemik: Antihistamin, Kortikosteroid.
- Lokal: Preparat Sulfur, Tar, Kortikosteroid, Shampo (Selenium Sulfida)

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat penyakit, ditandai dengan :
(Kemungkinan yang terjadi)
- Insomnia
- Keletihan dan kelemahan
- Gelisah
- Anoreksia
- Ketakutan
- Kurang percaya diri
- Merasa dikucilkan
- Menangis

Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, berat, panik.
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman hati :
- Tinggal bersama pasien.
- Tekankan bahwa semua orang merasakan cemas dari waktu ke waktu.
- Bicara dengan perlahan dan tenang, gunakan kalimat pendek dan sederhana.
- Perlihatkan rasa empati.
- Singkirkan stimulasi yang berlebihan (ruangan lebih tenang), batasi kontak dengan orang lain – klien atau keluaraga yang juga mengalami cemas.
c. Anjurkan intervensi yang menurunkan ansietas (misal : teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi aroma).
d. Identifikasi mekanisme koping yang pernah digunakan untuk mengatasi stress yang lalu.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder akibat penyakit, ditandai dengan :
- Klien mungkin merasa malu.
- Tidak melihat / menyentuh bagian tubuh yang terganggu.
- Menyembunyikan bagian tubuh secara berlebihan.
- Perubahan dalam keterlibatan sosial.
Intervensi :
Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya
DAFTAR PUSTAKA


Sularsito, Dr. Sri Adi, Et all. 1986. Dermatologi Praktis. Edisi I. Penerbit: Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia, Jakarta

Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit: EGC, Jakarta.
www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar