Rabu, 18 Juli 2012

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

Pendahuluan
Asuhan Keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada hakekatnya adalah  menolong klien untuk mengatasi masalahnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Bentuk asuhan keperawatan yang diberikan adalah pelayanan keperawatan yang profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, dalam bentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif, baik dalam keadaan sakit maupun sehat mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun, secara patofisiologis dapat menimbulkan masalah keperawatan baik aktual maupun resiko yang berdampak pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia.
               Dalam menolong/membantu  klien memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai respon dari penyakit gagal ginjal yang dialami maka perawatan dalam melaksanakan tugasnya menggunakan pendekatan proses keperawatan.

II.  Konsep Dasar
Pengertian
         Gagal ginjal kronik (GGK) adalah keadaan dimana terjadi gangguan/penurunan fungsi yang hampir selalu ireversibel dapat disebabkan oleh banyak penyakit.
    Menurut PAPPER (1978) gagal ginjal kronik (chronic Bright’s Disease) adalah stadium faal ginjal yang tidak sanggup untuk mempertahankan lagi keseimbangan atau integritas susunan biokimiawi darah sehingga terdapat penimbunan atau retensi sisa-sisa metabolisme protein dan gangguan homeostasis

Etiologi
         Sebab-sebab/etiologi gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dikelompokan dalam 5 kelompok yaitu :
1.    Glomerulopi
2.    Obstruksi dan infeksi
3.    Diabetes Mellitus
4.    Kista Ginjal
5.    Hipertensi

Tahapan-Tahapan Penrunan Faal Ginjal
Pada stadium dini GGK belum tampak gejala maupun tanda klinis sampai GFR/klirens menurun kurang dari 100 % nilai normal.
Dengan GFR masih diatas 25 ml/menit fungsi ginjal masih dapat memenuhi keperluan tubuh, GFR antara 5 sampai 25 ml/menit ekskresi “solute” sudah terganggu namun pasien masih dapat hidup dalam keadaan kesehatan yang kurang baik.
Bila klirens kreatinin sudah kurang dari 5 ml/menit maka stadium ini dapat disebut sebagai GGK yang berat dan pasien membutuhkan penanganan dan pengobatan khusus.
Sehubungan dengan progresivitas kerusakan ginjal penurunan faal ginjal dibagi atas 4 (empat )  tahap sebgai berikut :
Penurunan faal ginjal (Diminished renal reserve /faal ginjal antara 40 – 70 %). Pada stadium ini merupakan stadium yang paling ringan dimana fungsi ginjal masih baik. Pasien belum merasakan adanya keluhan dan biasanya ditemukan kebetulan pada pemeriksaan laboratorium rutin. Pada pemeriksaan Laboratorium fungsi ginjal masih baik.
Insufiensi ginjal (Renal Insuffisiency /faal ginjal 20 – 50 %)
Pada stadium ini pasien masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasanya meskipun sudah terlihat tanda-tanda ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan susunan cairan tubuh, misalnya sudah terlihat –tanda-tanda azotemia ringan, anemia ringan, nokturia dan gangguan kemampuan konsentrasi dari tubulus. Pada stadium ini penting untuk memperhatikan factor-faktor yang dapat memperburuk faal ginjal sehingga jangan sampai timbul gejala azotemia dan asidosis secara progresif.
Gagal Ginjal (Renal Failure / faal ginjal 5 – 25 % )
Penurunan faal ginjal telah menjurus ke stadium kronik dan perubahan-perubahan dalam  tubuh sudah menetap, misalnya ; anemia berat, azotemia berat, isostenuria, noktoria, asidosis metabolic, hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkloremia dan hiponatremia, sekali-kali ditemukan hiperkalemia.
Sindrom Uremia (uremic Syndrome/faal ginjal kurang dari 10 %)
Sindroma uremi merupakan kumpulan manifestasi klinis dari pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik berat dan terutama memberi gejala-gejala dari saluran pecernaan, system kardiopulmonal dan system susunan saraf pusat dan perifer. Pada stadium ini pasien tidak dapat melakukan tugas sehari-hari, gejal yang menonjol berupa mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing, sakit kepala air kemih berkurang, sukar tidur, kejang-kejang edema kaki dan muka dan akhirnya kesadaran menurun sampai koma.

 Patofisiologi Umum Gagal Ginjal Kronik
Menurut para ahli proses terjadinya gagal ginjal kronik dapat digunakan dua system pendekatan; pertama sudut pandang tradisional mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, kedua; dikenal dengan nama hiptesa Brieker atau hipotesa nefron yang utuh, yang berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh untinya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal.
Uremia kan timbul bilamana jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesa nefron yang utuh ini paling berguna untuk menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit ginjal progresif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit tubuh kendatipun ada penurunan GFR nyata.
Urutan peristiwa patofisologi gagal ginjal progresif dapat diuraikan dari segi hipotesa nefrosis yang utuh, meskipun penyakit gagal ginjal kronik terus berlanjut, namun jumlah solut yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homerostasis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dialkukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat pada ginjal turun dibawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75 % massa nefronsudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solut bagi nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan rerabsorbsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi meskipun proses konversi solut dan air menjadi berkurang.
Kalau GFR terus menerus turun sampai akhirnya nol, maka semakin perlu mengatur asupan cairan dan solut secara tepat untuk mampu mengakomodasikan penurunan fleksibilitas fungfi ginjal

SKEMA
                                                                 REAKSI
                                            Antigen-antibody


Aktivitas vasopresor                     Proliferasi &kerusakan glomerulus



Vasospame                              GFR        Kerusakan umum kapiler        


                Aldosteron


                         ECF
     Hipertensi                Edema        Hipertensi

Gangguan utama pada glomerulonefritis pasca strptokokus akut
     Skema diatas menunjukkan terjadi gagal ginjal kronik yang disebabkan glomerulonefritis akibat streptokokus akut (infeksi )

Dampak Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
6.    Sistem Gastrointestina
a.    Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus, sperti metil guanidine.
b.    Fector uremik di sebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur di ubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatits dan parotitis.
c.    Cegukan (chiccup) sebab yang pasti belum diketahui.
d.    Gastritis erosit, ulkus peptic dan colitis uremik.
7.    Sistem Hematologi
a.    Anemia normokrom, normositer:
Dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
1.    Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun.
2.    Hemolisis, akibat berkurangnya massa hidup eritrosit dalam suasana ureum toksik.
3.    Defisiensi besi, asam foliat dll, akibat nafsu makan berkurang.
4.    Perdarahan pada saluran pernafasan dan kulit
5.    Fiborsis sumsun tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
b.    Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Massa pendarahan memanjang
Perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunya factor trombosit III dan ADP (adenosin difosfat)
c.    Gangguan Fungsi leukosit
Hipersegmentasi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, hingga memudahkan timbulnya infeksi
Fungsi limfosit menurun menurun menimbulkan imunitas yang menurun.
8.    Sistem Integumen
a.    Kulit bewarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom.
b.    Gatal-gatal dengan ekskloriasis akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit.
c.    Ekimosis akibat gangguan hematology
d.    Urea forst : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat
e.    Bekas-bekas garukan karena gatal
9.    Sistem Kardivaskuler.
a.    Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam/peningkatan aktifitas system rennin dan angiotensin-aldeosteron
b.    Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikordinal, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
c.    Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan klasifikasi metastatik
d.    Edema akibat penimbunan cairan
10.    Sistem Saraf dan Otot
a.    Restless leg syndrome--àpegal di tungkai  bawah dan selalu menggerakkan kakinya
b.    Burning feel syndrome àrasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki
c.    Ensifalopati metabolic -à lemah tremor, kejang-kejang
d.    Miopati à kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstermitas roksimal.
11.    Sistem Endokrin
a.    Gangguan fungsi seksual
b.    Gangguan toleransi glukosa
c.    Gangguan metabolisme lemak
d.    Gangguan metabolisme vit.

III. PENGKAJIAN DASAR KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL

A.    PENGKAJIAN.
Identitas Klien dan Penanggung jawab
Riwayat Kesehatan :
a.    Keluhan Utama :
Pada umumnya akan ditemukan  klien merasa lemah, sakit kepala, mual dan muntah.
b.    Riwayat Kesehatan Sekarang.
     Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST

c.    Riwayat kesehatan masa lalu
     Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit saluran kencing, riwayat hipertensi.
d.    Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien dan penyakit yang berhubungan dengan penyakit ginjal/saluran kencing atau hipertensi.

PEMERIKSAAN FISIK
1.    SIRKULASI
Gejala : - Mempunyai riwayat hipertensi lama atau berat
 -  Palpitasi nyeri dada (angina)
Tanda : - Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak, tangan, disritmia janting, nadi lemah halus.
              - Hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit pucat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
2.    PERNAFASAN
     Gejala : -  Napas pendek : dispnea nocturnal paroksimal, bantuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
    Tanda :
-    Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul)
-    Batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema paru)
MAKANAN/CAIRAN
Gejala : - Peningkatan berat badan cepat (edema) penurunan berat badan (malnutrisi)
                        - Anoreksia nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia )
Tanda :  - Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
              - Perubahan turgor kulit/kelembaban
- Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah 
    - Penurunan tonus otot, penurunan lemak subkutan, lemah tak bertenaga


ELIMINASI
Gejala : - Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
     - Ditensi abdomen, diare atau konstipasi
    Tanda :  -Perubahan warna urine : misalnya, kuning pekat, coklat, berawan
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : - Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
     - Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
    Tanda :  - Kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak
NEUROSENSORI
   Gejala : - Sakit kepala, penglihatan kabur
   - Kram otot/kejang ; sindrom “kaki gelisah” kebas/kesemutan rasa terbakar pada telapak kaki
  - Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstermitas bawah (neuropati perifer)
         Tanda : - Gangguan status mental, miss : penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran , stupor, koma
   - Tanda Chvostek dan Trousseau positif
NYERI/KENYAMANAN
Gejala : - Nyeri panggul , sakit kepala, kram otot/nyeri kaki ( memburuk saat malam hari )
     - Kulit gatal, pruritis ,infeksi ulang/silang
    Tanda :  - Perilaku hati-hati/distraksi, gelisah
     - Demam adanya sepsis atau infeksi
     - Mudah terjadi fraktur.
INTEGRITAS EGO
    Gejala : - Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
    Tanda : - Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
e.    Urine :
         Volume : Biasanya kurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)
    Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh : pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat.
 Berat jenis : kurang dari 1,015 ( menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat)
     Klirens kreatinin : mungkin menurun
     Natirum : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
     Protein  : derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus.
         b. Darah :
1.    Hitung darah lengkap : Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7 8 mg %
2.    Sel darah merah : menurun pada defisien eritropoetin seperti azotemia
3.    GDA : pH penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7,2 ) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi  hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PaCO2 menurun.
4.    Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosisi) atau pengeluaran jaringan
5.    Magnesium/fosfat ; meningkat
6.    Kalsium menurun
7.    Protein (khusus albumin) : kadar serum menurun dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
f.    X-Ray : menunjukan ukuran ginjal/ureter/kadung kemih dan adanya obstruksi
g.    EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa











DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
PADA KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL


NO    DIAGNOSA KEPERAWATAN    TANGGAL DITEMUKAN    TANGGAL TERATASI      
1    Gangguan Keseimbangan cairan elektrolit (hipervolume) berhubungan dengan  pengeluaran kurang (oliguria).
    27 – 12  -  2001            
2    Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,(anoreksia, mual/muntah )    27 – 12 – 2001           
3    Akivitas intoleran berhubungan dengan penurunan produksi energi/peningkatan kebutuhan energi    27 – 12  -  2001          
4    Risiko tinggi terjadi infeksi silang/sekunder berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh    27 – 12 – 2001          
5    Perubahan proses berpikir berhubungan dengan akumulasi toksin (urea, ammonia) asidosis metabolik    27 – 12 – 2001          
6    Gangguan intergritas kulik (pruritik) berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit (urea, ammonia)    27  - 12 – 2001          
7    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.    27 – 12 – 2001       

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TUMOR RONGGA HIDUNG


I.    KONSEP MEDIS

Definisi:
Semua tumor jinak maupun ganas yang terdapat pada rongga hidung.

Klasifikasi Histopatologi:
Tumor jinak:    
·    Dari jaringan lunak    :     fibroma, neurofibroma, meningioma
·    Dari jaringan tulang    :     osteoma, giant cell tumor, displasia fibrosa/ossifying fibrome.
·    Odontogenik    :     kista-isata gigi, ameloblastoma.
Tumor pra ganas:
·    Inverted papilloma
Tumor ganas:
·    Dari epitel    :     karsinoma sel skuamosa, limfoepitelioma, karsinoma sel basal, silindroma dsb.
·    Dari jaringan ikat    :     fibrisarkoma, rabdomiosarkoma.
·    Dari jaringan tulang/tulang rawan: osteosarkoma, kondrosarkoma.

Gejala Klinis:
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah perluasannya.
Gejala hidung:
Buntu hidung unilateral dan progresif.
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
Pembengkakan pipi
Pembengkakan palatum durum
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.

Diagnosis:
Anamnesis yang cermat terhadap gejala klinis.
Pemeriksaan:
-    Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum
-    Palpasi tumor yang tampak dan kelenjar leher
-    Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
-    Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
-    Pemeriksaan THT lainnya menurut keperluan.
Pemeriksaan penunjang:
-    Foto sinar X:
o    WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
o    Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
o    RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
o    CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
-    Biopsi:
o    Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc. Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi. Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.

Terapi:
Tumor jinak:
Terapi pilihan adalah pembedahan dengan pendekatan antara lain:
1)    Rinotomi lateral
2)    Caldwell-Luc
3)    Pendekatan trans-palatal
Tumor ganas:
4)    Pembedahan:
o    Reseksi:
§    Rinotomi lateral
§    Maksilektomi partial/total (kombinasi eksenterasi orbita atau dengan kombinasi deseksi leher radikal)
o    Paliatif: mengurangi besar tumor (debulking) sebelum radiasi.
5)    Radiasi:
o    Dilakukan bila operasi kurang radikal atau residif
o    Pra bedah pada tumor yang radio sensitif (mis. Karsinoma Anaplastik,  undifferentiated)
6)    Kemoterapi:
o    Dilakukan atas indikasi tertentu (mis. Tumor sangat besar/inoperable, metastasis jauh, kombinasi dengan radiasi)


II.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

a.    Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit, antara lain:
Gejala hidung:
Buntu hidung unilateral dan progresif.
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
Pembengkakan pipi
Pembengkakan palatum durum
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
Pada tumor ganas didapati gejala sistemik:
Penurunan berat badan lebih dari 10 %
Kelelahan/malaise umum
Napsu makan berkurang (anoreksia)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum: didapatkan pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor
Palpasi, teraba tumor dan pembesaran kelenjar leher
b.    Pengkajian Diagnostik:
Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
Foto sinar X:
-    WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
-    Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
-    RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
-    CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
Biopsi:
-    Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc. Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi. Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.


DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1)    Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL      

1.    Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



2.    Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.


3.    Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.

4.    Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.

5.    Kolaborasi pemberian obat sedatif.


6.    Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.
   
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.

Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.

Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.


Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.

Menilai perkembangan masalah klien.
   



2)    Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL      

1.    Diskusikan dengan klien dan keluarga pengaruh diagnosis dan terapi terhadap kehidupan pribadi klien dan aktiviats kerja.

2.    Jelaskan efek samping dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi yang perlu diantisipasi klien

3.    Diskusikan tentang upaya pemecahan masalah perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat berkaitan dengan penyakitnya.

4.    Terima kesulitan adaptasi klien terhadap masalah yang dihadapinya dan informasikan kemungkinan perlunya konseling psikologis

5.    Evaluasi support sistem yang dapat membantu klien (keluarga, kerabat, organisasi sosial, tokoh spiritual)


6.    Evaluasi gejala keputusasaan, tidak berdaya, penolakan terapi dan  perasaan tidak berharga yang menunjukkan gangguan harga diri klien.
   
Membantu klien dan keluarga memahami masalah yang dihadapinya sebagai langkah awal proses pemecahan masalah.


Efek terapi yang diantisipasi lebih memudahkan proses adaptasi klien terhadap masalah yang mungkin timbul.

Perubahan status kesehatan yang membawa perubahan status sosial-ekonomi-fungsi-peran merupakan masalah yang sering terjadi pada klien keganasan.

Menginformasikan alternatif konseling profesional yang mungkin dapat ditempuh dalam penyelesaian masalah klien.


Mengidentifikasi sumber-sumber pendukung yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam meringankan masalah klien.

Menilai perkembangan masalah klien.
   


3)    Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL      

1.    Lakukan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, masase punggung) dan pertahankan aktivitas hiburan (koran, radio)

2.    Ajarkan kepada klien manajemen penatalaksanaan nyeri (teknik relaksasi, napas dalam, visualisasi, bimbingan imajinasi)

3.    Berikan analgetik sesuai program terapi.

4.    Evaluasi keluhan nyeri (skala, lokasi, frekuensi, durasi)
   
Meningkatkan relaksasi dan mengalihkan fokus perhatian klien dari nyeri.



Meningkatkan partisipasi klien secara aktif dalam pemecahan masalah dan meningkatkan rasa kontrol diri/keman-dirian.

Analgetik mengurangi respon nyeri.


Menilai perkembangan masalah klien.

   

4)    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL      

1.    Dorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi (tinggi kalori tinggi protein) dan asupan cairan yang adekuat.

2.    Kolaborasi dengan tim gizi untuk menetapkan program diet pemulihan bagi klien.

3.    Berikan obat anti emetik dan roborans sesuai program terapi.



4.    Dampingi klien pada saat makan, identifikasi keluhan klien tentang makan yang disajikan.

5.    Timbang berat badan dan ketebalan lipatan kulit trisep (ukuran antropometrik lainnya) sekali seminggu

6.    Kaji hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, limfosit total, transferin serum, albumin serum)
   
Asupan nutrisi dan cairan yang adekuat diperlukan untuk mengimbangi status hipermetabolik pada klien dengan keganasan.

Kebutuhan nutrisi perlu diprogramkan secara individual dengan melibatkan klien dan tim gizi bila diperlukan.

Anti emetik diberikan bila klien mengalami mual dan roborans mungkin diperlukan untuk meningkatkan napsu makan dan membantu proses metabolisme.

Mencegah masalah kekurangan asupan yang disebabkan oleh diet yang disajikan.


Menilai perkembangan masalah klien.




Menilai perkembangan masalah klien.

   

5)    Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL      

1.    Tekankan penting oral hygiene.


2.    Ajarkan teknik mencuci tangan kepada klien dan keluarga, tekankan untuk menghindari mengorek/me-nyentuh area luka pada rongga hidung (area operasi).

3.    Kaji hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan penurunana fungsi pertahanan tubuh (lekosit, eritrosit, trombosit, Hb, albumin plasma)

4.    Berikan antibiotik sesuai dengan program terapi.


5.    Tekankan pentingnya asupan nutrisi kaya protein sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.

6.    Kaji tanda-tanda vital dan gejala/tanda infeksi pada seluruh sistem tubuh.

   
Infeksi pada cavum nasi dapat bersumber dari ketidakadekuatan oral hygiene.

Mengajarkan upaya preventif untuk menghindari infeksi sekunder.




Menilai perkembagan imunitas seluler/ humoral.



Antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi atau diberikan secara profilaksis pada pasien dengan risiko infeksi.

Protein diperlukan sebagai prekusor pembentukan asam amino penyusun antibodi.

Efek imunosupresif terapi radiasi dan kemoterapi dapat mempermudah timbulnya infeksi lokal dan sistemik.

   





DAFTAR PUSTAKA

Adams at al (1997), Buku Ajar Penyakit THT, Ed. 6, EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Tim RSUD Dr. Soetomo (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

TUMOR LARING


TUMOR JINAK LARING
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari semua jenis tumor laring.
Tumor jinak laring dapat berupa :
Papiloma laring (terbanyak frekuensi)
Adenoma
Kondroma
Mioblastoma sel granuler
Hemangioma
Lipoma
Neurofibroma

PAPILOMA LARING
Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis :
Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.

Bentuk Juvenil
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik.  Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.
Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan.  Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan.  Sifat yang menonjol dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang.

Gejala
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau.  Kadang-kadang terdapat pula batuk.  Apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laring langsung
Biopsi
Pemeriksaan patologi anatomi.

Terapi
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau dengan sinar laser.  Oleh karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali.  Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma yang tumbuh lagi.
Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang etiologinya belum diketahui dengan pasti.
-     Untuk terapinya diberikan juga vaksin daari massa tumor, obat anti virus, hormon, kalsium, atau ID methionin (essential aminoacid).
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi oleh karena papiloma dapat berubah menjadi ganas.
Sekarang tersangka penyebabnya ialah virus, tetapi pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron inclusion body tidak ditemukan.

B.  TUMOR GANAS LARING
Keganasan di laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi.
Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi belumlah lengkap.

Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan| pasti.  Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring.  Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh sinar radioaktif.
Pengumpulan data yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikan jumlah rokok yang dihisap. 
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini dan pengobatan /tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal.  Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor  dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.

Klasifikasi letak tumor
Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai daari tepi atas epislotis sampai batas bawah glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
Tumor glotik mengenaai pita suara asli.  Batas inferior glotik adalah 10 mm di bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara.  Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 aatau ke dua pitaaa suara, dapat meluas ke sub glotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior ataau prossesus vokalis kartilago aritenoid.
Tumor sub glotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid.
Tumor ganas transglotik adalah tumor yang  menyebrangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.

Gejala
1.  Serak
Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini tumor pita suara.  Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring.  Kualitas nada sangaat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suaara.  Pada tumor ganas laring, pita suara gagal befungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen rikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang syaraf.  Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut.  Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa.  Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung letak tumor.  Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan mnetap.  Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara serak akan timbul kemudian.  Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gjala akhir atau tidak timbul sama sekali.  Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok.  Tumor hipofarig jarang menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif.  Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumun (hot potato voice).
Dispneu dan stridor.
 Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring.  Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massaa tumor, penumpukkan kotoran atau sekret,maupun oleh fiksasi pita suara.  Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala tersebut.  Sumbatan dapat terjaadi secara perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien.  Pada umumnya dispneu dan stridor adalah tanda dan prognosis kurang baik.
Nyeri tenggorok.
       Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
4.  Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis.  Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumior ganas postkrikoid.  Rasa nyeri ketika menelan  (odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring.
Batuk dan hemoptisis. 
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.  Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.
6.  Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar jaringan atau metastase lebih jauh.
7.  Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas  yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.
8.  Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang kaartilago tiroid dan perikondrium.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau langsung dengan mengguinakkn laringoskop.  Pemeriksssaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan radiologik.  Foto thorak diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru.  CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid adan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah beningleher.
Diagnosis paasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher.  Hasil atologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.


KLASIFIKASI TUMOR GANAS LARING (AJCC DAN UICC 1988)

TUMOR PRIMER
SUPRAGLOTIS
Tis    Karsinoma insitu
T1        Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih  baik).
T2    Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah supra glotis dan glotis masih bisa       bergerak (tidak terfiksir).
       T3    Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah krikoid bagian belakang, dinding medial daari sinus piriformis, dan arah ke rongga pre epiglotis.
T4    Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.

GLOTIS
Tis Karsinoma insitu.
T1    Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior atau posterior.
T2    Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3        Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4    Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.

SUBGLOTIS
Tis karsinoma insitu
T1        Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T2        Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3        Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4    Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan keluar laring atau kedua-duanya.

Penjalaran ke kelenjar limfa (N)
Nx        Kelenjaar limfa tidak teraba
N0        Secara klinis kelenjar tidak teraba
N1    Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2        Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3 - 6 cm.
N2a        Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter labih dari3 cm tapi tiak lebih daari 6 cm.
N2b        Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N2c        Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih daaari 6 cm.
N3        Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.

METASTASIS JAUH (M)

Mx        Tidak terdapat/terdeteksi.
M0        Tidak ada metastasis jauh.
M1        Terdapat metastasis jauh.

STAGING (STADIUM)

ST1    T1    N0    M0
STII    T2    N0    M0
STIII    T3    N0    M0, T1/T2/T3   N1  M0
STIV    T4    N0/N1    M0
        T1/T2/T3/T4       N2/N3
        T1/T2?T3/T4    N1/N2/N3     M3

Penanggulangan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan , maka ditentukan tindakan yang akan diambil  sebagai penenggulangannya.
Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat sitostatiska ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. 
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, staium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan rekontruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk radiasi.
Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial, tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfaa leher.  Di bagian THT RSCM tersering dilakukan laringektomi totalis, karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan, karena tehnik sulit umtuk menentukan batas tumor.
Pemakaian sitostatiska belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatiska tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping harga obat yang relatif mahal sehingga tidak terjangkau oleh pasien.
Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aerodigestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.


















PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A.  IDENTITAS KLIEN :
I.    RIWAYAT KEPERAWATAN
Keluhan utama    : dyspneu, sakit menelan, suara serak.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu    :  Ada riwayat merokok, aktifitas yang berhubungan dengan suara.
II.    PENGKAJIAN FISIK DAN POLA FUNGSI
A.  KARDIORESPIRASI
1.    Tanda-tanda vital : Tensi, Nadi, Suhu, Pernafasan
2.    Respirasi : batuk, stridor, dyspneu, riwayat penyakit paru kronis, batuk dengan atau tanpa sputum.
3.    Sirkulasi
4.    GCS
B.  MAKAN-MINUM / NUTRISI
TB / BB, terdapat penurunan BB drastis.
Nafsu makan biasanya menurun bahkan mungkin tidak ada karena adanya nyeri telan, kesukaran menelan, benjolan pada leher, kebersihan mulut buruk, inflamasi / drainase oral.
III.           ELIMINASI
IV.    INTEGRITAS KULIT
V.    MELAKUKAN MOBILISASI
Kelamahan, kelelahan
VI.    ISTIRAHAT DAN TIDUR
Klien apabila tidur biasanya disertai dengan mendengkur keras.
VII.    KEBERSIHAN DIRI
Kemunduran kebersihan mulut
VIII.    NEUROSENSORIK
Diplopia, ketulian, kesemutan, parastesia otot wajah, ketulian konduksi, hemiparesis wajah (keterlibatan parotid dan sub mandibular), parau menetap (gejala dominan dan dini kanker laring intrinsik) 
IX.    LINGKUNGAN SOSIAL
Terdapat riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk / kayu, kimia toksik / serbuk, logam berat.  Perasaan takut aka kehilangan suara, ansietas, depresi, marah, menolak., kurang dukungan sistem keluarga, perubahan tinggi suara, enggan untuk bicara,massalah tentang kemampuan berkomunikasi.
X.    EKONOMI
Berhubungan dengan biaya perawatan selama sakit.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laringoskopi langsung, lareingeal tomografi dan biopsi :  Ada;ah indikator paling nyata.
Laringografi : Bapat dilakukan dengan kontras untuk pemeriksaan pembuluh darah dan nodus limfe.
Pemeriksaan fungsi paru, scan tulang atau scan organ lain :  bila dinyatakan kanker dan ditemukan ada metastase.
Sinar X  dada :  Dilakukan untuk membuat status dasar paru dan atau mengidentifikasi metastase.
Darah lengkap :  Dapat menyatakan anemia yang merupakan masalah umum.
Survey imunologi : Dapat dilakukan pada klien yang mendapat kemoterapi.
Profil biokimia :  perubahan dapat terjadi pada fungsi organ sebagai akibat kanker, metastase dan terapi.
GDA / nadi oksimetri : Dapat dilakukan untuk membuat status / pengawasan dasar paru (ventilasi)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tak efektif b/d gangguan kemampuan unutk bernafas,batuk dan menelan, sekresi banyak dan kental d/d dyspneu, perubahan pada frekuensi/kedalaman pernafasan.
Hasil yang diharapkan : - Mempertahankan kepatenan jalan nafas
                                       - Mengeluarkan / membersihkan sekret
Intervensi  :
- Awasi frekuensi / kedalaman pernfasan, catat kemudagan bernafas, selidiki dyspneu.
Tinggikan kepala 30-45 derajat.
Dorong menelan bila klien mampu.
Dorong batuk efektif dan dalam.
Perubahan membran mukosa oral b / d tak adanya masukkan oral, kebersihan oral buruk/ tak adekuat, kesulitan menelan, defisit nutrisi d/d :
mulut kering, ketidaknyamanan di mulut, saliva kental dan banyak, halitosis.
Mengidentifikasi intervensi khusus untuk meningkatkan kebesihan mukosa oral
Hasil yang diharapkan :   Menunjukkan penurunan gejala
                                                       Mengidentifikasi intervensi khusus untuk meningkatkan kebesihan mukosa oral
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b / d gangguan jenis makanan sementara, gangguan mekanisme umpan balik keinginan makan d / d tidak adekuatya masukkan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, penurunan berat badan.
Hasil yang diharapkan:
menunjukkan pemahaman pentingnya nutrisi untuk proses peyembuhan dn kesehatan umum.
Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
Membuat peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :
Auskultasi bunyi usus.
Awasi berat badan dan masukkan sesuai indikasi.
Anjurkan pada klien/keluarga untuk menyediakan makanan lunak sesuai kondisi klien.
  Mulailah dengan makanan kecil dan ditingkatkan sesuai toleransi.
Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk makan.
Konsul dengan ahli gizi.
Berikan diet nutrisi seimbang dan sesuai kondisi.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, gula, fungsi hati, protein, elektrolit.








TONSILITIS

DEFINISI
Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997 )

ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu :
1.    Streptokokus Beta Hemolitikus
2.    Streptokokus Viridans
3.    Streptokokus Piogenes
4.    Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections )

PROSES PATOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.



PATHWAYS






























MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
5.    nyeri tenggorok
6.    nyeri telan
7.    sulit menelan
8.    demam
9.    mual
10.    anoreksia
11.    kelenjar limfa leher membengkak
12.    faring hiperemis
13.    edema faring
14.    pembesaran tonsil
15.    tonsil hiperemia
16.    mulut berbau
17.    otalgia ( sakit di telinga )
18.    malaise

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
19.    Leukosit : terjadi peningkatan
20.    Hemoglobin : terjadi penurunan
21.    Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :
22.    tonsilitis kronis
23.    otitis media


PENATALAKSANAAN
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :
24.    penatalaksanaan medis
antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin dll
antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
analgesik
25.    penatalaksanaan keperawatan
kompres dengan air hangat
istirahat yang cukup
pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
kumur dengan air hangat
pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien

FOKUS PENGKAJIAN
26.    keluhan utama
sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
27.    riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll
28.    riwayat kesehatan lalu
·    riwayat kelahiran
·    riwayat imunisasi
·    penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
·    riwayat hospitalisasi
29.    pengkajian umum
usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
30.    pernafasan
kesulitan bernafas, batuk
    ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
T0 : bila sudah dioperasi
T1 : ukuran yang normal ada
T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 : pembesaran mencapai garis tengah
T4 : pembesaran melewati garis tengah
31.    nutrisi
sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang
32.    aktifitas / istirahat
anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
33.    keamanan / kenyamanan
kecemasan anak terhadap hospitalisasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada tonsilitis akut adalah :
34.    hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
35.    nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
36.    resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
37.    intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
38.    gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii

FOKUS INTERVENSI
39.    DP : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil
Intervensi :
Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak
Pantau suhu lingkungan
Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien
Berikan kompres hangat
Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari )
Kolaborasi pemberian antipiretik
40.    DP : nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
Intervensi :
Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi )
Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak
Kolaborasi pemberian analgetik
41.    DP : resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
     Intervensi :
Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
Timbang BB tiap hari
Berikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk yang menarik
Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan
42.    DP : intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas
Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
43.    DP : gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii
Intervensi :
Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien
Lakukan irigasi telinga
Berbicaralah dengan jelas dan pelan
Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan dalam berkomunikasi
Kolaborasi pemeriksaan audiometri
Kolaborasi pemberian tetes telinga





















DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997



LAPORAN PENDAHULUAN
SINUSITIS


Definisi :
Sinusitis  adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan  oleh kuman atau virus.

Etiologi
Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
Rinitis Akut (influenza)
Polip, septum deviasi
b.    Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
Streptococcus pneumoniae
Hamophilus influenza
Steptococcus viridans
Staphylococcus aureus
Branchamella catarhatis




Patofisilologi







Gejala Klinis :
Febris, filek kental, berbau, bisa bercampur darah
Nyeri :
Pipi : biasanya unilateral
Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
Gigi (geraham atas) homolateral.
Hidung :
buntu homolateral
Suara bindeng.
Cara pemeriksaan
Rinoskopi anterior :
Mukosa merah
Mukosa bengkak
Mukopus di meatus medius.
Rinoskopi postorior
-    mukopus nasofaring.
Nyeri tekan pipi yang sakit.
Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.
X Foto sinus paranasalis
Kesuraman
Gambaran “airfluidlevel”
Penebalan mukosa

Penatalaksanaan :
Drainage
Medical :
* Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
* Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
antibiotik diberikan  dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
ampisilin 4 X 500 mg
amoksilin 3 x 500 mg
Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
Diksisiklin 100 mg/hari.
Simtomatik
   parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
Untuk kromis adalah :
Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

Tinjauan Keperawatan
Pengkajian :
1.    Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2.    Riwayat Penyakit sekarang :
3.    Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4.    Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
Pernah menedrita sakit gigi geraham

5.    Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit  klien sekarang.

6.    Riwayat spikososial
 Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
 Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7.    Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
Pola nutrisi dan metabolisme :
biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
Pola istirahat dan tidur
selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
Pola Persepsi dan konsep diri
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
Pola sensorik
daya penciuman klien  terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

Pemeriksaan fisik
status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan  bengkak).

Data subyektif :
1.    Observasi nares :
Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
Riwayat pembedahan hidung atau trauma
Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.

2.    Sekret hidung :
warna, jumlah, konsistensi secret
Epistaksis
Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3.    Riwayat  Sinusitis :
Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4.    Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif
Demam, drainage ada : Serous
Mukppurulen
Purulen
Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang ® Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
Kemerahan dan Odema membran mukosa
 Pemeriksaan penunjung :
a.    Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b.    Pemeriksaan rongent sinus.

Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2.    Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3.    Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
4.    Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
5.    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6.    Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

Perencanaan
1.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-    Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
-    Klien tidak menyeringai kesakitan


Intervensi    Rasional      
a.    Kaji tingkat nyeri klien


b.    Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien  serta keluarganya


c.    Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi


d.    Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
e.    Kolaborasi dngan tim medis :
1)    Terapi konservatif :
-2    obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
-3    Drainase sinus
2)    Pembedahan  :
-    Irigasi Antral  :
Untuk sinusitis maksilaris
-    Operasi Cadwell Luc.    a.    Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
b.    Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
c.    Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
d.    Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
e.    Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien   

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

Intervensi    Rasional      
a.    Kaji tingkat kecemasan klien
b.    Berikan kenyamanan dan ketentaman  pada klien :
-20    Temani klien
-21    Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
c.    Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
d.    Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
-22    Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
-23    Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e.    Observasi tanda-tanda vital.

f.    Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis    a.    Menentukan tindakan selanjutnya
b.    Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan



c.    Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi  untuk penyakit tersebut  sehingga klien lebih kooperatif

d.    Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.




e.    Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f.    Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien   

3.    Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi    Rasional      
a.    kaji penumpukan secret yang ada

b.    Observasi tanda-tanda vital.

c.    Koaborasi dengan tim medis  untuk pembersihan sekret    a.    Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b.    Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c.    Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah    

4.    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria :
Klien menghabiskan porsi makannya
Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah

Intervensi    Rasional      
a.    kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b.    Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

c.    Catat intake dan output makanan klien.
d.    Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

e.    Sajikan makanan secara menarik    a.    Mengetahui kekurangan nutrisi kliem
b.    Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan  pemenuhan nutrisi
c.    Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien
d.    Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung
e.    Mengkatkan selera makan klien   

5.    Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses peradangan
    Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
    Kriteria :
Klien tidur 6-8 jam sehari

Intervensi    Rasional      
a.    kaji kebutuhan tidur klien.


b.    ciptakan suasana yang nyaman.
c.    Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d.    Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat      a.    Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b.    Agar klien dapat tidur dengan tenang
c.    Pernafasan tidak terganggu.
d.    Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung   


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan  FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SEPTUM DEVIASI

Definisi :
Suatu kelainan dari bentuk hidung yang tidak lurus sempurna digaris tengah.
Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.
Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intra uterin. Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada septum nasi tersebut.
Bentuk Deformitos
Bentuk deformitos septum ialah :
Berbentuk huruf C atau S
Dislokasi yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari krista maksila dan masuk ke dalam rongga hidung
Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari depan kebelakang disebut krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina
Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya disebut sinekia.
Gejala Klinik
Keluhan yang paling sering pada deviasi septum aialh sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sebagai akibat mekanisme kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri dikepala dan disekitar mata. Selain dari itu penciuman bisa terganggun apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum. Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.
Terapi
Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan opertaif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.
Reseksi submukosa :
Pada operasi ini muko perikondrium dan mukoperiostium kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulangs eptum. Bagian tulang atau tulang rawan dari eptum kemudian diangkat, sehingga muoperikondrium dan mukoperiostium sisi kiri kanan akan langsung bertemu digaris tengah. Reaksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadninya hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung. Oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat.
Septoplasti atau reposisi septum
Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok  direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat  dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.
PREBIAKUSIS

A.    Anatomi dan Fisiologi
Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium, berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berspon pada gerakan kepala. Telinga terbagi dalam tiga bagian : telinga luar, tengah dan dalam.
1.    Telinga luar
Terdiri dari aurikula (pinna) dan kanal auditorius eksternal. Fungsinya untuk menerima suara. Aurikel tersusun atas sebagian besar kartilago yang tertutup dengan kulit. Lobus satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh kartilago. Sesuai pertambahan usia kartilago terus dibentuk dalam telinga dan kulit telinga berkurang elastisitasnya; kemudian aurikel tampak lebih besar dari lobulus. Perubahan-perubahan yang menyertai proses penuaan ini adalah pengeriputan lobulus dalam suatu pola oblique linier.
Saluran auditorius berbentuk S panjangnya 2,5 cm dari aurikel sampai membran timpani. Serumen disekresi oleh kelenjar yang menangkap benda asing dan melindungi epitelium kanalis. Pada proses penuaan, saluran menjadi dangkal sebagai akibat lipatan ke dalam, pada dinding kanalis silia menjadi lebih kasar dan lebih kaku dan produksi serumen agak berkurang dan lebih kering.
2.    Telinga tengah
Ruangan berisi udara terletak dalam tulang temporal. Fungsinya memperkuat bunyi yang ditangkap. Terdiri dari 3 tulang artikulasi : maleus, inkus dan stapes yang dihubungkan ke dinding ruang timpanik oleh ligamen. Membran timpani memisahkan telinga tengah dari kanalis auditorius eksternal. Vibrasi membran menyebabkan tulang-tulang bergerak dan mentransmisikan gelombang bunyi melewati ruang ke jendela lonjong. Vibrasi kemudian bergerak melalui cairan dalam telinga tengah dan merangsang reseptor pendengaran. Bagian membran yang tegang yaitu pars tensa sedangkan sedikit tegang adalah pars flaksida. Perubahan atrofik pada membran karena proses penuaan mengakibatkan penampilan dangkal, teregang, putih atau abu-abu. Perubahan ini tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran.
3.    Telinga dalam ( labirin )
Labirin tulang dibagi dalam tiga area : vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea. Koklea adalah struktur yang menggulung berisis organ Corti, unit fungsional pendengaran. Sel-sel rambut organ Corti dibengkokkan dan diubah oleh vibrasi kemudian diubah menjadi impuls-impuls elektrokimia. Perubahan-perubahan degeneratif pada koklea dan neuron jaras auditorius mengakibatkan presbikusis, bilateral, penurunan pendengaran sensorineural yang dimulai pada usia pertengahan. (Lueckenotte,1997)

B.    Definisi
Presbiakusis adalah hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnnya usia. (Boedhi & Hadi, 1999).
Presbiakusis adalah penurunan pendengaran normal berkenaan dengan proses penuaan. (Lueckenotte, 1997).

C.    Perubahan Fungsi Pendengaran Berhubungan dengan Usia Lanjut
Perubahan-perubahan dalam struktur dan fungsi pada telinga bagian dalam membuat sulit untuk memahami tipe bunyi bicara tertentu dan menyebabkan intoleran terhdap bunyi keras. Bunyi-bunyi yang biasanya hilang pertama kali adalah: f, s, th, ch dan sh. Saat penurunan pendengaran berlanjut, kemampuan untuk mendengar bunyi b, t, p, k dan t juga rusak. (Luekenotte, 1997)



D.    Etiologi
1.    Internal
Degenerasi primer aferen dan eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan vascularisasi dari reseptor neuro sensorik mungkin juga mengalami gangguan. Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis otak sering terganggu akibat lanjutnya usia.
2.    Eksternal
Terpapar bising ynag berlebihan, penggunaan obat ototoksik dan reaksi pasca radang. (Boedhi & Hadi, 1999)

E.    Tanda dan Gejala
Beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan pendengaran :
1.    Kesulitan mengerti pembicaraan
2.    Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada tinggi.
3.    Kesulitan membedakan pembicaraan; bunyi bicara lain yang parau atau bergumam
4.    Masalah pendengaran pada kumpulan yang besar, terutama dengan latar belakang yang bising
5.    Latar belakang bunyi berdering atau berdesis yang konstan
6.    Perubahan kemampuan mendengar konsonan seperti s, z, t, f dan g
7.    Suara vokal yang frekuensinya rendah seperti a, e, i, o, u umumnya relatif diterima dengan lengkap. (Luekenotte, 1997)