Rabu, 18 Juli 2012

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TETANUS

A. KONSEP DASAR
Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

patofisiologi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

Faktor predisposisi
Umur tua atau anak-anak
Luka yang dalam dan kotor
Belum terimunisasi

Tanda dan gejala
Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
Kesukaran membuka mulut (trismus)
Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Gambaran umum yang khas pada tetanus
Badan kaku dengan epistotonus
Tungkai dalam ekstensi
Lengan kaku dan tangan mengepal
Biasanya keasadaran tetap baik
Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
1.    Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
2.    Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.

Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

x.    Penatalaksanaan

Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
1.    Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)
2.    Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3.    Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4.    Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5.    Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6.    Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7.    Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8.    Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9.    Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10.    Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11.    Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.

b.    Pembedahan
1.    Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2.    Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Gambaran Patofisiologi

Individu terkena
Ekssotoksin
(masa inkubasi 2-21 hari)






Neurotoksi

Absorbsi melalui ujung saraf sensorik dan motrik


Masuk pembulu arah dan sumbu limbik ke
Susunan Saraf Pusat (SSP) pada intraaaaksonal samapai ganglia/
Simpul saraf


Hilangnya ketidakseimbangan tonus otot


Kekakuan otot



Lokal
   
Generalisata
      

-trismus
- opistotonus
-risus sardonikud
- kekakuan otot dinding perut
- ekstremitas (ekstremitas atas fleksi dan ekstremitas bawah ekstensi)


supuratif :
- Tindakan A,B dan C
- Atur posisi semi prone
- Hentikan kejang
- cari penyebab
- atasi penyulit
- debridemment
- Netralisis tetani
- Nutiris dan cairan
-       
Sistem pencernaan


Gangguan metabolik dan proses pencernaan


- Proses eliminasi BAB terganggu
- Gangguan pemenuhan nutrisi

   
Sistem pernafasan

kekakuan otot pernafasan


Status konvulsi
(kejang yang berlangsung lama lebih dari 10 menit)

hipoksia

gagal nafas


diperlukan alat bantu nafas
(Ventilator Mekanik/Respirator)

Masalah keperawatan :
- ketidak efektifan jalan nafas, gangguan pertukaran gas dan gangguan pola nafas
- Hipertermia, gangguan komunikasi verbal, risiko ketidakseimbangan cairan dan elktrolit
- Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan,   
Susunan Saraf Pusat

Tekanan intra kranial meningkat


Kerusakan satu atau beberapa saraf pusat.



keluampuhan   
Kepustakaan

Soeparman; 1990; Ilmu Penyakit Dalam; Universitas Indonesia Press; Jakarta
Deanna etc.: 1991; Infectious Diseases; St. Louis Mosby Year Book.
Theodore R.; 1993; Ilmu Bedah; EGC; Jakarta
Marlyn Doengoes; 1993; Nursing Care Plan; Edisi III, Philadelpia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar