LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLEN
DENGAN POST PARATYROIDEKTOM
I.
PENGERTIAN
Hopoparatyroidisme adalah hiposekresi
kelenjar para tyroid yang menimbulkan syndroma berlawanan dengan
hiperparatyroid, konsentrasi kalsium rendah tetapi phosfatnya tinggi dan bisa
menimbulkan tetani akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar paratyroid
(Tjahjono, 1996)
II.
ETIOLOGI
1.
Pengangkatan kelenjar paratyroid akibat pengangkatan
tyroidektomi.
2.
erjadi sumbatan pada kelenjar tyroid akibat dar
peredaran darah yang tidak adekuat.
III.
PATOFISIOLOGI
Hipoparatyroidisme (rendahnya
kadar PTH) merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan hipokalsemia, yang
secara klnik akan mengakibatkan tetani. Dalam keadaan normal, kadar kalsum
dalam plasma adalah 2,3 – 2,6 mmol. Hperkalsemia sampai 3.00 mmol/l, masih
belum menimbulkan gejala. Demikian pula hipokalsemia derajat ringan (kalsium
turun sampai 2.00 mmol/l ) masih belum menimbulkan gejala. Terdapat 2 ts klink
utama untuk mendeteksi terdapatnua titan, yaitu tanda chvostek dan tanda
trousseau.
Penyebab
umum adalah ikut terangkatnya kelenjar para tyrod pada saat tyroidektomi
(angkanya berkisar 0 – 25 %). Penyebab
lannya adalah ideopatik. Pemberian tera radioyodin erdapat kelanan kelenjar
tyroid serng berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon PTH.
Hipoparatyroidisme
merupakan kelainan metabolik dengan gejala klink yang nyata, tetapi perubahan
morfologik yang minimal. Terdapat abnormalitas biokimia ( hipokalsemia dan
hiperfosfatemia) dengan manifestasi klinik yang sangat luas. Yang menonjol
adalah tetani, konvulsi, laringospasme ( dapat menimbulkan anoksia yang fatal).
Hipokalsemia akan merangsang timbulnya manifestasi neuromuskuler, yaitu
paraestasi dan kejang. Iritabilitas neuomuskuler ini dapat diperiksa dengan
memeriksa ada tidaknya tanda chvostek (chvostek's sign). Disamping itu terdapat
barbagai abnormaitas sistem saraf lainnya.
IV.
PATHWAY POST HIPOPARATYROIDISME
POST PARATYROIDEKTOMI
|
|||||
Produksi kel. Tyroid menurun / tdk
ada
|
Luka pembedahan
|
||||
Produksi kalsium menurun
|
Penurunan iritabltas Neuromuskuler
|
Luka Operasi
|
Kerusakan saraf laringeal
|
||
Hipokalsemia
|
Laringospasme
|
Resiko Infeksi
|
|||
Kejang
|
Resiko Cidera
|
Edema laring
|
Kerusakan pita suara
|
||
Keletihan & kelemahan otot
|
Bershan jalan nafas
tak efektif
|
Gangguan komunikasi verbal
|
|||
Intoleransi Aktifitas
|
|||||
V.
MANIFESTAS KLINIK
1.
Konsentrasi kadar kalsium dalam darah menurun.
2.
Peningkatan serum fosfat dalam darah
3.
Peningkatan iritabilitas neromuskuler
4.
Nyeri otot
5.
Gemetar/tremor
6.
Lethargi
7.
Larngospasme
8.
Aritmia
9.
Kulit kering dan kuku mudah rusak
10.
Munculnya Chvostek's sign ( kejang otot wajah,
hiperritabilitas pada saraf wajah)
11.
Munculnya tanda trousseau's (kejang jari dan telapak
tangan)
12.
Dari hasil pemeriksaan mata : tanda-tanda katarak.
VI.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Memperbaiki konsentrasi serum kalsium
2.
Pencegahan terjadinya kejang
3.
Pengawasan terjadinya kejang laring (Laringospasme) dan
obstruksi jalan nafas.
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium
-
Serum T3 T4
-
Elekrolit darah
-
Fosfat alkali
-
Pemeriksaan fungsi hepar
-
Ureum kreatinin
-
Katekolamin serum.
2.
EKG
VIII. PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.
Neurologis :
Paraestesia, kesemutan, tremor, peka rangsang, kejang, adanya tanda
Chvostek's/trousseou's, perubahan tingkat kesadaran.
2.
Muskoleskeletal
: kekakuan dan kelelahan
3.
Kardiovaskuler :
sianosis, palpitasi dan disritmia jantung
4.
Pernafasan : suara serak, strdor, edema laring
5.
Gastrointestinal : mual dan muntah
6.
Integumen : Kulit kering dan kuku keras/ kuku rapuh
IX.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
spasme/edema laring
-
Tujuan : jalan nafas klien efektif
-
Kriteria hasil : suara nafas bersih, tidak apnoe,
sputum dapat keluar dengan bak
-
Intervensi :
·
Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan, catat
penggunaan alat bantu pernafasan saat klien bernafas.
·
Auskultasi suara nafas dan catat bila ada buny
tambahan (krekles, ronchi dan wheezing)
·
Beri posisi tdur semi fowler
·
Lakukan sap lendir secara oral atau nasotrakeal
bila ada indikasi
·
Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
= Pemberian oksigen sesuai dengan
peogram
= Pemberian bronchodilator
= Pemberian cairan parental
2.
Resiko cidera berhubungan dengan kejang akibat
hipokalsemia :
-
Tujuan : Klien
terhindar dari cider
-
Kriteria hasil :
· Klien
tidak cidera akibat rangsangan kejang
· Hasil
elektrolit (khususnya kalsium pada batas normal)
· Klien
tenang tidak kejang
- Intervensi
:
§
Tempatkan klien pada tempat tidur yang
menggunakan pengaman dan di ruangan yang aman dan nyaman.
§
Catat : waktu terjadinya kejang, lamanya, bagian
tubuh yang kejang, dan gejala-gejala lain yang timbul selama kejang.
§
Observas tanda-anda vital seelah klien kejang
§
Sediakan dekan tempat tidur klien spatel ldah
dan gudel untuk mencegah ldah ke belakang apabla erjadi kejang.
§
Observasi kadar elektrollit
§
Observas adanya depres pernafasan dan gangguan
irama jantung
§
Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
Pemberian anti konvulsi
Pemberian obat untuk meningkatkan kalsium
Pemberian Oksigen
3.
Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan
adal\nya luka pembedahan dan pemasangan
alat-alat medis
-
Tuuan : Klen terhindar dari infeksi
-
Kriteria hasil :
§
Suhu tubuh normal
§
Hasil pemeriksaan leukosit pada batas normal
§
Luka bersih dan kering, tidak menunjukkan
tanda-tanda nfeksi.
-
Intervensi :
§
Rawat luka iperasi, drain, kateter dan infus
secara seril
§
Ukur tanda-tanda vital, observasi adanya
peningkatan suhu
§
Batasi pengunjung untuk mencegah infeks silang
§
Anjurkan pengunjung untuk menggunakan pakaian
khusus saat berkunjung
§
Observas keadaan luka dan tanda-tanda adanya
infeksi
§
Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
·
Pemeriksaan darah lengkap
·
Pemberan antibotika.
4.
Gangguan komunikas
verbal berhubungan dengan trauma pita suara akibat operas paratyroid
-
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi verbal secara bertahab.
-
Kriteria hasil
:
§
Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan
kebutuhannya dengan tulisan atau bahasa isarat.
§
Klien dapat memahami apa yang dijelaskan oleh
perawat
§
Kebutuhan klien dapat terpenuhi
-
Inervensi :
§
Bicara pelan-pelan dan jelas saat berkomunikasi
dengan klien
§
Tunjukkan rasa empati dan sabar saat
berkomunikasi dengan klien
§
Sediakan alat bantu tulisan abjad atau kertas
dan alat tulis untuk berkomunikasi dengan klien
§
Gunakan bahasa isarat saat berkomunikasi dengan
klien
§
Upayakan agar perawat dapat mengerti saat klien
mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya
5.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
-
Tujuan : Klien dapat beraktifitas secara bertahab
-
Kriteria hasil :
§
Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi,
eliminasi dan personal hygiene secara mandiri
§
Klien dapat melaksanakan aktifitas hariannya
seperti semula.
-
Intervensi :
§
Kaji tingkat ketidakmampuan klien
§
Bantu aktifitas yang tidak dapat dilakukan
sendiri (mandi, makan, minum, kebersihan diri/lingkungan dan eliminasi)
§
Secara bertahab libatkan klien dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kondisinya
§
Buat jadual istirahat/ aktifitas klien
§
Kerja sama dengan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan klien.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Tjahjono, (1996), Patologi Endoktrin,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
2.
Elisabeth J. Corwin, (2001), Buku Saku
Patofisiologi, Jakarta,
EGC
3.
Marily E. Doengoes,
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
4.
S. harun, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Balai Penerbit
FK. UI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar