ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK
YANG TERPASANG VENTILATOR
I. KONSEP DASAR
1) LUKA TUSUK
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka
tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat
kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu
:
1. Lokasi
anatomi injury
2. Kekuatan
tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk
dan arah tusukan.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati
sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma
penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan
perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal
ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal
sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.
Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan
volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses
tersebut dapat digambarkan sbb :
Faktor penyebab (penurunan volume
cairan)
Penurunan arus balik vena
Penurunan isi sekuncup
Penurunan curah
jantung
Penurunan perfusi
jaringan
Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada
berbagai sistem yaitu :
1. Sistem
kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik
2. Kulit
: dingin, lembab, pucat, sianotik
3. Sistem
Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat
kesadaran
4. Sistem
Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis
5. Sistem
Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)
6. Sistem
Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis
protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum
7. Sistem
Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien,
peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah
8. Sistem
vaskuler
2) KONSEP GAGAL NAFAS
Definisi :
Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas
dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau
naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.
Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara
kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :
1. PaO2
kurang dari 50 mmHg
2. PaCO2
lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer
Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam
penyakit baik akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi
dapat menyebabkan gagal nafas.
a. Patofisiologi
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :
1. Hypoventilasi
: keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang
cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah
2. Gangguan perfusi dan difusi
Adanya
emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi
karena banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi
3. Pintasan
intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi
Pintasan intrapulmoner (Shunt)
diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami pertukaran
gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis
b. Tanda dan gejala gagal nafas akut
Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan
pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat
ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :
Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan
dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot pernafasan
tambahan mulai aktif
Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila
proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan
hipoksemia yang bertambah berat.
Tensi/laju nadi :
umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan
hipoksia)
Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan
bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan
yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah
berat, tekanan darah mula-mula naik
karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus
segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.
Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah
dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari
pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.
Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga
bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera
diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu
nafas/ventilator.
c. Penatalaksanaan dan pengobatan
Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik,
umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan
langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen,
pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk
menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian
sedasi.
Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab
gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus
maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut
juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.
d. Indikasi ventilasi bantu/artifisial
Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau
pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah
ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit
bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi untuk ventilasi
artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat
fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan
bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi
adalah :
Parameter
|
Indikasi
|
Nilai
Normal
|
1. Mekanik
-
Laju napas
-
Volume tidal
-
Kapasitas vital
-
Tekanan inspirasi maksimal
|
Lebih 35/menit
Kurang 5 ml/kgBB
Kurang 15 ml/kgBB
Kurang 25 cmH2O
|
10 – 20 (dewasa)
5 – 7
65 – 75
75 – 100
|
2. Oksigenasi
- PaO2
|
Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6)
|
75 – 100 (udara kamar)
|
3. Ventilasi
-
PaCo2
-
Vd/Vt
|
Lebih 60 mmHg
Lebih 0,6
|
35 – 45
0,3
|
e.
f. Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.
g. Obat yang dipakai pada gagal nafas
Pada penderita gagal nafas karena asma,
diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan
berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan
antibiotika ber spektrum luas.
Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti
diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan
bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar penderita dapat
mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator tersebut.
h. PENGKAJIAN
Initial Klien : Tuan M.Y.
Umur :
20 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Cengkareng Timur, Jakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Tanggal Masuk RS : 29 November 1998
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998
Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk
tembus abdomen
3) Perjalanan Penyakit
Pasien masuk ke IGD tanggal 27
November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit sebelumnya pasien terkena
trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy tanggal 29 November
1998 dengan lama operasi 4 ½ jam dengan tindakan pembedahan :
-
Laparatomi eksplorasi
-
Nefrektomy kiri
-
Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan
mesenterium
-
Drain pada ginjal kiri
Hasil Laboratorium :
a) Tanggal 30 November 1998
WBC 3,5
RBC 3,47
HGB 10,0
PLT 36
HCT 29,1
Trombocyt 36.000
Ureum darah 30 mg/DL
Creatinin urine 1,15 mg/DL
Urinalisa
Sedimen +
Kejernihan jernih
Leukocyt 1 – 3 /LPB
Eritrosit >100/LPB
Kristal ( - )
Berat jenis 1010
.pH 5
Glukosa 2+
Protein ( - )
Keton ( - )
Bilirubin ( - )
Urobilinogen 0,1
Nitrit ( - )
b) Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49
Ventilator control TV : 450
FiO2 : 40%
.pH 3,84
PCO2 37,7
PO2 163,4
HCO3 22,2
TCO2 23,3
BE – 2,3
SBE – 2,2
SAT 99,2
SBC 22,4
c) Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14
Ventilator Assist Control
RR 12, TV 450
FiO2 40%
PH 7,508
PCO2 38,3
PO2 117,3
HCO3 30,5
TCO2 31,7
BE + 6,9
SBE + 6,8
SAT 98,7
SBC 30,7
Na 138
K 3,9
Cl
( - )
d) Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998
Ventilator SIMV
FiO2 35%
PH 7,455
PCO2 34,7
PO2 127,8
HCO3 23,2
TCO2 24,2
BE – 0,3
SBE – 0,3
SAT 98,8
SBC 24,1
Na 136
K 3,9
e) Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998
Ht 24 vol %
Hb 8,7 gr/DL
Leuko 12.700
Trombo 105.000
Pengukuran
CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O
f) Cairan Infus Tanggal 1-12-1998
KaEM MG3 500 cc
Pan Amin 600 : 500 cc
RL
FFP 2 x 300 cc
g) Cairan Infus Tanggal 2-12-1998
KaEM MG3
Pan Amin
Tranfusi Darah 500 cc
FFP 2 x 300 cc
RL
h) Cairan Infus Tanggal 3-12-1998
KaEM MG3
Pan Amin
RL
FFP 3 x 300 cc
i) Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998
Cimetidine 3 x 1
Alinamin F 3 x 1
Vit K 3 x 1
Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal
3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain)
Novalgin 3 x 50 mg
4) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kepala : Simetris
Mata :
Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : terpasang NGT, cairan warna coklat tua
Mulut : terpasang ETT, mukosa kering
Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Dada :
auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ
I, II murni, gallop (-)
Abdomen : luka
laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)
Ekstremitas :
tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki kanan
terpasang infus NaCl spooling tranfusi
5) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1.
Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)
2.
Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan
berhubungan dengan perdarahan, puasa
3.
Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO
4.
Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan
trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)
5.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
6.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
terpasangnya ETT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar