Jumat, 21 Januari 2011

ASKEP ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

ASKEP ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA


ANGIOFIBROMA NASOFARING

Pendahuluan

Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja. Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14 - 18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun. Tumor ini merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher. Dilaporkan insidennya antara 1 : 5.000 - 1 : 60.000 pada pasien THT.

Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal. Secara histopatologi tumor ini termasuk jinak tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak.

Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi. Tumor ini sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila. Biopsi tidak dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Tumor ini dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid hipertrofi, dan lain-lain.

Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren. Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna.

Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya pada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja. Perempuan yang didiagnosis dengan angiofibroma nasofaring belia harus mengikuti tes genetik. Etiologinya diduga ada hubungannya dengan hormonal.

Penatalaksanaan tumor ini adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperative yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal. Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing.

Ada beberapa pendekatan teknik operasi yang dikemukakan oleh para ahli seperti lateral rhinotomy, transpalatal, transmaxillary dan midfacial degloving. Pada penderita ini digunakan pendekatan midfacial degloving yang mempunyai beberapa keuntungan, seperti: menghindari timbulnya jaringan parut pada wajah, memberikan penglihatan yang baik pada daerah operasi dan memberikan pembukaan bilateral secara bersamaan.

Pada penderita ini, berdasarkan gambar CT scan diduga telah terjadi invasi ke sinus maksila kanan, tetapi sewaktu dilakukan palpasi pada dinding sinus maksila kanan durante operasi ternyata dinding sinus maksila kanan intak.

Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaituSessions dan Fisch.
  1. Klasifikasi menurut Sessions:
    1. Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring
    2. Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
    3. Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
    4. Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.
    5. Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intracranial yang minimal.
    6. Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.
  2. Klasifikasi menurut Fisch :
    1. Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.
    2. Stage II : Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang.
    3. Stage III : Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.
    4. Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary.

Pada penderita ini berdasarkan klasifikasi di atas maka dapat ditentukan staging penyakitnya yaitu stage I/I A.
Kesimpulan
Telah dilaporkan satu kasus angiofibroma nasofaring belia stage I/I A pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang telah dilakukan pembedahan dengan pendekatan midfacial degloving dan berhasil baik.

Kepustakaan

  1. Averdi R, Umar SD. Angiofibroma Nasofaring Belia. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5, Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2001. 151-2.
  2. Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Available from URL: http://www.emedicine.com/ent/topic470.htm
  3. Shaheen OH. Angiofibroma. In : Hibbert J (ed). Scott-Brown's Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-Heinemann, 1997. 5/12/1-6.
  4. Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 7th ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1999. 778, 887-8.
  5. Jafek BW, Murrow BW. ENT Secrets. 2nd ed. Philadelphia: Hanley & Belfus Inc., 2001. 265, 275, 306, 497.
  6. Becker W, et al. Ear, Nose and Throat Diseases - A Pocket Reference. 2nd ed. New York : Thieme Med Publisher Inc., 1994. 385-6.
  7. Adams GL, et al. Boies-Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997. 324.
  8. Sadeghi N. Sinonasal Papillomas, Treatment. Available from URL:http://www.emedicine.com/ent/topic529.htm.


ASUHAN KEPERAWATAN

Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan penyakit tunggal. Saat ini ada lebih dari 120 perbedaan tipe pengetahuan tentang kanker. Karena kanker adalah penyakit seluler, ini dapat timbul dari jaringan mana saja. Dengan manifestasi yang menakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel.

Selama bertahun-tahun observasi dan dokumentasi, telah ditemukan bahwa perilaku metastatik dari kanker bervariasi sesuai dengan sisi primer diagnosis. Pola perilaku ini diketahui sebagai "riwayat alamiah". Pengetahuan tentang etiologi dan riwayat alamiah dari tipe kanker adalah penting pada perencanaan keperawatan pasien dan pada evaluasi kemajuan, prognosis, dan keluhan fisik pasien.

1. DATA DASAR PENGKAJIAN KLIEN

  1. Aktivitas/istirahat
    • Gejala : Kelemahan dan/atau keletihan, Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam. Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
  2. Sirkulasi
    • Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
    • Kebiasaan : Perubahan pada tekanan darah.
  3. Integritas ego
    • Gejala : Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual). Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya alopesia, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
    • Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
  4. Eliminasi
    • Gejala : Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses, nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
    • Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
  5. Makanan/cairan
    • Gejala : Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan, kakeksia, berkurangnya massa otot.
    • Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
  6. Neurosensori
    • Gejala : Pusing; sinkope.
  7. Nyeri/kenyamanan
    • Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
  8. Pernapasan
    • Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok) Pemajanan asbes.
  9. Keamanan
    • Gajala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama/berlebihan.
    • Tanda : Demam. Ruam kulit, ulserasi.
  10. Seksualitas
    • Gejala : Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini. Herpes genital.
  11. Interaksi sosial
    • Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan). Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
  12. Penyuluhan/pembelajaran
    • Gejala : Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara.
    • Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga ditemukan/didiagnosis.
    • Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.
  13. Pemeriksaan diagnostik
    • Tes, seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis, dan indeks kecurigaan untuk kanker tertentu.
    • Scan (misalnya MRI, CT, gallium) dan ultrasound: dilakukan untuk tujuan diagnostic, identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan.
    • Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi): dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dan sebagainya.
    • Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum, misalnya CEA, antigen spesifik prostat, α-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat, kalsitonin, antigen onkofetal pancreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125 dan sebagainya): dapat membantu dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognostic dan/atau monitor terapeutik.
    • Tes kimia skrining, misalnya elektrolit (natrium, kalium, kalsium); tes ginjal (BUN/Cr); tes hepar (bilirubin, AST/SGOT alkalin fosfat, LDH); tes tulang (alkalin fosfat, kalsium)
    • JDL dengan diferensial dan trombosit: dapat menunjukan anemia, perubahan SDM dan SDP; trombosit berkurang atau meningkat.
    • Sinar x dada: menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

Prioritas keperawatan

  • Dukungan adaptasi dan kemandirian.
  • Meningkatkan kenyamanan.
  • Memeprtahankan fungsi fisiologis optimal.
  • Mencegah komplikasi.
  • Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan pemulangan

  • Pasien menerima situasi denga realistis.
  • Nyeri hilang/terkontrol.
  • Homeostatis dicapai.
  • Komplikasi dicegah/dikurangi.
  • Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

2. RENCANA KEPERAWATAN

  1. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga.
    • Tujuan
      1. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
      2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
      3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
    • intervensi:
      1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
      2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
      3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
      4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
      5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaa.
      6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
      7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
      8. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
    • Rasional
      1. Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
      2. Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
      3. Dapat menurunkan kecemasan klien.
      4. Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya.
      5. Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
      6. Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
      7. Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
      8. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar di tolong.
  2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping terapi kanker.
    • Tujuan
      1. Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
      2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
      3. Mengikuti program pengobatan
      4. Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin
    • intervensi
      1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
      2. Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
      3. Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
      4. Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
      5. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.

      Kolaboratif:
      1. Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
      2. Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
    • Rasional
      1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
      2. Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.
      3. Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
      4. Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.
      5. Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
      6. Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
      7. Untuk mengatasi nyeri.
  3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri.
    • Tujuan
      1. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi
      2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
      3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
    • Intervensi
      1. Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
      2. Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
      3. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
      4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
      5. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
      6. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga.
      7. Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
      8. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
    • Kolaboratif:
      1. Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
      2. Berikan pengobatan sesuai indikasi: Phenotiazine, antidopaminergik, corticosteroids, vitamin khususnya A, D, E dan B6, antacida
      3. Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.
    • Rasional
      1. Memberikan informasi tentang status gizi klien.
      2. Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
      3. Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
      4. Kalori merupakan sumber energi.
      5. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
      6. Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
      7. Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
      8. Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan klien).
      9. Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
      10. Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan status kesehatan klien.
      11. Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan sesuai kebutuhan.
  4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif.
    • Tujuan
      1. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap.
      2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut.
      3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan.
      4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
    • Intervensi
      1. Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
      2. Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
      3. Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
      4. Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
      5. Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya.
      6. Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
      7. Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
      8. Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
    • Rasional
      1. Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.
      2. Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta kesalahan pengertian.
      3. Membantu klien dalam memahami proses penyakit.
      4. Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
      5. Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit klien.
      6. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
      7. Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan minuman.
      8. Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
  5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemoterapi dan radiasi/radiotherapi.
    • Tujuan
      1. Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi
      2. Klien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
      3. Klien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut.
    • Intervensi
      1. Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan klien dan secara periodik.
      2. Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
      3. Diskusikan dengan klien tentang metode pemeliharan oral hygiene.
      4. Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, makanan keras.
      5. Amati dan jelaskan pada klien tentang tanda superinfeksi oral.
    • Kolaboratif:
      1. Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
      2. Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.
      3. Kultur lesi oral.
    • Rasional
      1. Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.
      2. Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan minuman.
      3. Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
      4. Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.
      5. Agar klien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.
      6. Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
      7. Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam rongga mulut/infeksi sistemik.
      8. Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat.
  6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake.
    • Tujuan
      1. Klien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilary refill normal, urine output normal.
    • Intervensi
      1. Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
      2. Timbang berat badan jika diperlukan.
      3. Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilary refill.
      4. Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada klien.
      5. Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
      6. Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan petekie.
      7. Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
    • Kolaboratif :
      1. Berikan cairan IV bila diperlukan.
      2. Berikan therapy antiemetik.
      3. Monitor hasil laboratorium: Hb, elektrolit, albumin.
    • Rasional
      1. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.
      2. Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan cairan.
      3. Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
      4. Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya hipovolemia.
      5. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
      6. Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
      7. Mencegah terjadinya perdarahan.
      8. Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
      9. Mencegah/menghilangkan mual muntah.
      10. Mengetahui perubahan yang terjadi.
  7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
    • Tujuan
      1. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pencegahan infeksi.
      2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal.
    • Intervensi
      1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi pengunjung.
      2. Jaga personal hygine klien dengan baik.
      3. Monitor temperatur.
      4. Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
      5. Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
    • Kolaboratif:
      1. Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
      2. Berikan antibiotik bila diindikasikan.
    • Rasional
      1. Mencegah terjadinya infeksi silang.
      2. Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
      3. Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
      4. Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
      5. Mencegah terjadinya infeksi.
      6. Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
      7. Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.
  8. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
    • Tujuan
      1. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
      2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
    • Intervensi
      1. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.
      2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
      3. Ubah posisi klien secara teratur.
      4. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
    • Rasional
      1. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
      2. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
      3. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
      4. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2001.
  2. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan KeperawatanPedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1999.
  3. Robbins Stanley L, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
  4. Suzanne. C. Smeltzer & Brenda.G.Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar